Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah ngotot melakukan renegosiasi kontrak terkait harga ekspor gas dari kilang LNG Tangguh, Papua ke Fujian, China yang dianggap jauh di bawah rata-rata harga pasar. Pasalnya jika hal ini dibiarkan, maka akan sangat merugikan Indonesia.
Menteri ESDM, Jero Wacik mengatakan, pemerintah telah meminta agar harga gas tersebut bisa naik, namun pihak China masih bertahan dengan harga yang saat ini berlaku sesuai kontrak.
"Dulu kami sudah pernah negosiasi, sudah pernah naik, sekarang kami minta naik lagi. Ini mereka (China) masih bertahan," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2014).
Jero menyatakan, untuk melakukan renegosiasi ini, pihaknya harus bertemu dengan pemerintah China, karena pertemuan business to business (B to B) yang telah dilakukan belum menunjukan hasil.
"Harus G to G (government to government) katanya. Saya lagi cari waktu untuk bertemu dengan pemerintah d isana, kemarin kan kita B to B. Kalau di China kan harus pemerintahannya. Kalau pemerintahnya tidak ikut campur akan sulit. Kami usahakan," tandasnya.
Seperti ketahui, pemerintah telah menjual gas dari Kilang LNG Tangguh ke China sejak beberapa tahun lalu. Saat ini, harga ekspor gas dari kilang tersebut hanya sekitar US$ 3,5 per MMBTU. Harga ini dinilai sangat rendah bahkan di bawah rata-rata harga gas di pasar domestik.
Pemerintah Ngotot Minta Kenaikan Harga Ekspor Gas ke China
Pemerintah ngotot melakukan renegosiasi kontrak terkait harga ekspor gas dari kilang LNG Tangguh ke China.
Advertisement