Sukses

Pemerintah Masih Takut Kembangkan Energi Nuklir

Pemerintah dinilai tidak berani mengambil keputusan untuk mengembangkan nuklir sebagai sumber energi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai tidak berani mengambil keputusan untuk mengembangkan nuklir sebagai sumber energi. Pasalnya DPR sudah memberi memberi lampu hijau, namun pemerintah masih belum juga bergerak.

"Kita membutuhkan satu pernyataan pemerintah Indonesia go nuklir," kata Direktur Utama PT Batan Tekno, Yudi Utomo Imardjoko dalam acara 'Indonesia Green Infrastruktur', di Jakarta, Selasa (29/7/2014).

Dia menjelaskan, pengembangan energi nuklir di Indonesia tidak bermasalah pada teknologi atau sumber daya manusia yang mengembangkannya, tetapi lebih pada keberanian pemerintah.

Jika ketakutan pemerintah terletak pada masalah keamanan. Yudi menjelaskan, saat ini reaktor generasi teranyar sudah dilengkapi keamanan yang super ketat seperti yang diterapkan di Kanada. Ia juga mengungkapkan ada trik-trik khusus untuk penanganan nuklir jika terjadi kebocoran.

Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi menerangkan, Indonesia tidak memiliki cadangan uranium yang ekonomis untuk mendukung pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

"Karena cadangan uraniumnya tidak ekonomis, kita nanti malah akan impor uranium. Itu kan sama saja bohong," jelas Rinaldy.

Selain itu, biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun PLTN jauh lebih mahal dibandingkan pembangkit jenis lain.

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN juga menunjukkan, keekonomian PLTN tidak dapat bersaing dengan jenis pembangkit baseload lainnya, yaitu PLTU batubara kelas 1.000 MW ultra super-critical.

Kesulitan terbesar dalam merencanakan PLTN adalah tidak jelasnya biaya kapital, biaya radioactive waste management dan decommisioning serta biaya terkait nuclear liability.

Tak hanya keekonomian, lanjut Rinaldi, faktor keamanan, politik dan sosial juga perlu menjadi pertimbangan dalam pembangunan PLTN.  Indonesia masih memiliki sumber energi alternatif lainnya yang melimpah ruah. Misalnya panas bumi, di mana 40% cadangan dunia ada di Indonesia.

"Sebaiknya nuklir jadi opsi terakhir saja. Dipakai sumber energi yang lebih murah, kalau tidak punya baru pakai itu," jelas dia.