Sukses

Pemerintah Diimbau Kaji Lagi Penetapan Hari Libur Saat May Day

Pengusaha menilai, hari buruh internasional ditetapkan sebagai hari libur menambah tekanan bagi kinerja industri padat karya.

Liputan6.com, Jakarta - Tahun ini menjadi tahun pertama pemerintah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional atau biasa disebut May Day. Namun kalangan pengusaha menilai penetapan hari libur ini tidak tepat.

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, seharusnya sebelum menetapkan May Day sebagai hari libur nasional, pemerintah telah mempertimbangkan secara matang.

"Memang pemerintah harusnya dalam menetapkan hari libur itu harus cermat, apa urgensinya," ujar Sarman, saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (1/5/2014).

Menurut Sarman, terlebih lagi jumlah hari libur nasional di Indonesia sudah sangat banyak sehingga tidak perlu ditambah lagi dengan May Day ini. "Hari libur di Indonesia ini sudah cukup banyak, apalagi tahun ini ada libur tambahan, pileg dan pilpres," lanjutnya.

Sarman menjelaskan, bagi dunia usaha, meskipun satu hari saja berhenti produksi, hal tersebut telah menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dia mencontohkan untuk satu industri padat karya pada sektor pakaian yang dalam satu hari mampu memproduksi 7.500 potong, kemudian jika dikalikan dengan harga pakaian tersebut sebesar US$ 3 dolar, maka kerugian yang didapatkan pengusaha mencapai US$ 22.500.

"Itu baru industri, perputaran uang kita berhenti hari ini. Ini sesuatu yang mau tidak mau berhenti. Hari ini yang  bisa hidup hanya sektor jasa seperti hotel, restoran, pusat perbelanjaan, tetapi industri kan berhenti," kata Sarman.

Oleh sebab itu, Sarman meminta pemerintah untuk mengkaji ulang penetapan hari libur nasional pada peringatan May Day ini.

"Pemerintah tidak mempertimbangkan terlalu matang dalam penetapan ini. Tetapi ini kan baru tahun pertama, kami lihat saja, jika memang tidak efektif, mohon ditinjau kembali," tandasnya.

Video Terkini