Liputan6.com, Jakarta - DPR mengakui pembentukan Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 trntang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan yang paling berat bagi parlemen. Pembentukan lembaga pengawas lembaga keuangan ini membutuhkan waktu 10 tahun hingga mulai beroperasi pada 1 Januari 2014.
"Paling berat di OJK karena ada yang suka, ada yang tidak suka. Kedua UU BPJS, ketiga money laundry dan uu mata uang," kata Ketua Komisi XI DPR Achasanul Qosasih dalam diskusi bertemakan 'Haruskah OJK Dibubarkan' di Jakarta, Sabtu (3/5/2014).
Baca Juga
Ia menjelaskan, kehadiran OJK merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Setelah 10 tahun tak berjalan, akhirnya dibentuk panitia khusus (Pansus) OJK pada 2010. Pro dan kontra mewarnai penyusunan regulasi tersebut.
Advertisement
"Sebanyak 68 rapat digelar, 44 kali deadlock karena tidak adanya kesepatan DPR dan pemerintah," papar dia.
Bahkan, Indonesia harus belajar dari beberapa negara yang memiliki lembaga setara OJK seperti Inggris, China, Australia dan Kanada. kehadiran OJK bertujuan untuk memisahkan regulator dengan eksekutor. "UU ini merupakan perpaduan antara sejumlah UU yang ada di beberapa negara," jelasnya.
Achasanul menuturkan, kehadiran OJK sangat penting mengingat sistem keuangan di Indonesia terbilang aneh. Ia mencontohkan satu orang konglomerat bisa memiliki bank, sekuritas, perusahaan asuransi bahkan koperasi sekaligus.
"Setiap ada aturan BI disiasati dengan cara kepemilikan mereka di lembaga keuangan mereka. Jika mereka diminta biayai mikro finance, maka akan dibiayai dari anak usaha mereka," kata Achasanul.