Liputan6.com, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di level 5,4% pada kuartal I 2014. Penopang pertumbuhan terbesar masih dari konsumsi domestik yang terus meningkat.
"Kami prediksi pertumbuhan ekonomi 5,4% di tiga bulan pertama ini dengan porsi kontribusi terbesar dari konsumsi yang bertumbuh 5,1% dan investasi 3,5% serta perbaikan ekspor," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Senin (5/5/2014).
Sektor konsumsi, tambah Destry, disumbang dari peningkatan belanja masyarakat karena momen pemilihan umum (pemilu) meski terjadi perlambatan dibanding pemilu periode sebelumnya.
"Pemilu ada impeknya, tapi nggak terlalu signifikan ketimbang tahun lalu karena dari jumlah partai berkurang menjadi 12. Sebelumnya ada 18 partai," ungkap dia.
Selain itu, dia mengaku, partai politik (parpol) lebih berhati-hati dalam melakukan belanja kampanye dan pemilu karena tak luput dari sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga lain yang menuntut transparansi anggaran serta transaksi keuangan dari parpol.
"Pengerahan massa kali ini agak berkurang karena parpol lebih menyasar ke target pemilih mereka, jadi ada kluster-klusternya. Di satu sisi bagus supaya mereka jadi lebih fokus dan nggak banyak belanja, tapi di sisi lain berpengaruh ke konsumsi jadi berkurang," jelas Destry.
Sementara kontribusi ekspor, menurutnya, mulai menunjukkan peningkatan. Hal ini didorong karena kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan industri manufaktur yang bertumbuh cukup pesat.
"Ekspor mulai naik sedikit karena impor turun. Trennya kalau impor turun, maka impor investment related-nya juga menyusut," lanjutnya.
Sedangkan dari sisi investasi, kata Destry, terjadi perlambatan sehingga hanya tumbuh 3,5%. Alhasil, dia bilang, investasi belum mampu menopang pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, mengingat realisasi belanja pemerintah terbilang rendah.
"Karena pemilu, investor lebih memilih wait and see, misalnya Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh namun single digit. Dalam ketidakpastian ini, investor menunggu," ujarnya.
Investor, diakuinya, melakukan konsolidasi sampai hasil pemilu diumumkan, sehingga jelas siapa pemimpin baru Indonesia, susunan kabinetnya dan sebagainya.
"Siklus investasi turun, tapi semester II kalau sudah ada kepastian pemimpinnya siapa, mereka bisa baca arah kebijakan ekonomi seperti apa dan akhirnya mereka berani masuk ke jangka menengah panjang," tutur dia.
Destry meramalkan, pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun ini menyentuh level 5,6% atau lebih rendah dari asumsi pemerintah yang sebesar 5,8%.
"Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi di 5,6% tahun ini dengan perkiraan, 5,4%-5,6% di kuartal I dan II, dan kuartal III 5,6-5,8%. Reaslitis saja karena investasi nggak akan mudah balik cepat," paparnya.
Dia mengaku, kondisi tersebut tergantung dengan perubahan arah kebijakan Tiongkok dalam memacu pertumbuhan ekonomi dari berbasis investasi menjadi konsumsi.
"Kalau rebalancing-nya nggak smooth, artinya konsumsi masyarakat masih rendah maka berpengaruh juga ke ekspor kita yang nggak tinggi. Jadi saya perkirakan dari sisi pembalikan akan ada di semester II, tepatnya kuartal III di Juli," tandas Destry.