Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga kuartal I 2014Â tumbuh 5,21%, atau melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi RI pada tahun lalu 5,78%. Sementara, secara kuartalan ekonomi RI hanya tumbuh 0,95%.
Kepala BPS Suryamin dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta, Senin (5/5/2013) mengatakan nilai PDB Indonesia pada kuartal I-2014 tercatat mencapai Rp 706,5 triliun atas harga dasar konstan.
"Atas dasar harga berlaku, PDB Indonesia mencapai Rp 2.401,2 triliun," katanya.
Pertumbuhan kuartalan tertinggi di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sekitar 22,7%. Sektor keuanga, real estate, jasa perusahaan 2,19%.
"Kuartal I 2014 itu masa tanam. Februari-Maret memasuki masa panen, dampaknya ke pertumbuhan ekonomi walaupun ada pergeseran. Perikanan dan kehutanan tidak terlalu tinggi," terangnya.
Kemudian sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 10,23% ditopang peningkatan angkutan laut, penambahan rute kereta api dan imbas dari double trac. "Ada peningkatan konsumsi ponsel dan pelayanan data internet yang makin bagus," jelasnya.
Di sektor konstruksi tumbuh 6,54% seiring dimulainya proyek pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter)Â dan perbaikan jalan akibat banjir. Sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 6,25% karena pada kuartal I 2014 penjualan listrik naik sampai 5,8% ditopang aktivitas pemilu.
Pencapaian ini di bawah proyeksi Bank Indonesia (BI) yang meramalkan pertumbuhan ekonomi negara ini pada periode Januari-Maret 2014 berada di level 5,77%. Proyeksi BI tersebut ditopang dari pemulihan ekonomi global dan kontribusi pemilu.
Advertisement
"Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2014 sebesar 5,77%. Faktornya karena kinerja sektor eksternal yang positif, konsumsi rumah tangga meningkat dari pemilu," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara beberapa waktu lalu.
Lebih jauh dia menjelaskan, di tengah membaiknya ekonomi negara maju karena stimulus moneter, perekonomian negara berkembang, khususnya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) justru mengalami perlambatan karena kebijakan rebalancing ekonomi yang ditempuh.
"Kondisi ini mempengaruhi perkembangan harga komoditas global yang masih rendah. Sementara perbaikan ekonomi terjadi di negara mitra dagang lain seperti India," ujarnya.