Liputan6.com, Jakarta - Impor baja boron atau biasa disebut dengan baja paduan dinilai merugikan negara. Indonesia Iron and Steel Industry (IISIA) menyebutkan kerugian yang diterima negara mencapai Rp 439 miliar per tahun.
Komite Standarisasi dan Sertifikasi Indonesia Iron and Steel Industry (IISIA), Basso Datu Makahanap mengatakan, kerugian ini akibat dari baja yang digunakan sebagai bahan baku pada proyek pembangunan infrastruktur tersebut masuk secara ilegal dengan jumlah mencapai 400 ribu ton setiap tahunnya.
"Pelaku usaha baja ada yang memasukkan unsur baja boron ketika melakukan impor agar biayanya lebih murah. Jika mengimpor baja murni, harga produknya jauh lebih murah," ujar Basso dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/5/2014).
Basso menjelaskan, impor untuk industri baja nasional mencapai 2,02 juta ton dengan nilai US$13,4 juta pada 2012. Impor tersebut untuk menutup konsumsi baja nasional yang mengalami kekurangan sebesar 2,6 juta ton dari produksi nasional yang hanya sebesar 6 juta ton.
"Produksi baja nasional hanya sebesar 6 juta ton, sedangkan konsumsi nasional sebesar 8,6 juta ton. Konsumsi per kapita nasional pada 2012 sebesar 29,6 kilogram (kg)," katanya.
Sedangkan pada 2015, diperkirakan konsumsi baja per kapita mencapai 49,6 kg dengan kebutuhan baja per tahun sebanyak 13,8 juta ton. Sementara itu, pada 2025 dengan perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 4 triliun hingga US$ 4,5 triliun, maka konsumsi baja per kapita akan semakin naik menjadi 100 kg dan kebutuhan baja nasional sebesar 26,2 juta ton.
"Program Masterplan Percepatan dan Perluasan. Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) membutuhkan baja dalam jumlah besar dengan kenaikan tingkat kebutuhan yang besar. Hal ini akan mendorong kenaikan investasi dan multiplier effect lainnya yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi," tandasnya.
Impor Baja Boron Rugikan Negara Rp 439 Miliar
Sejumlah pelaku usaha memasukkan unsur baja boron saat impor sehingga biayanya lebih murah.
Advertisement