Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan akan melakukan peninjauan kembali (PK) terkait Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta. Hal ini terkait kasus pengadaan dua pesawat Boeing.
"Saya akan melakukan upaya hukum yaitu peninjauan kembali (PK). Ajukan bukti baru," ujar Hotasi, saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (9/5/2014).
Majelis kasasi MA diketuai oleh Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Moh Askin telah memberikan keputusan vonis empat tahun dan denda Rp 200 juta.
Advertisement
Ia menyatakan, kecewa terhadap keputusan MA itu. Apalagi kabar itu tidak langsung diberikan kepada dirinya. "Saya belum terima salinannya. Saya baca di media, dan kaget serta kecewa karena proses pengadilan bersih selama sembilan bulan dengan 25 sidang, dan puluhan saksi tidak berarti apa-apa," kata Hotasi.
Menurut Hotasi, dirinya telah mendapatkan vonis bebas murni dari Pengadilan Negeri. Keputusan itu pun diubah oleh MA hanya sesaat."Masa keputusan diubah selera dia, saya tidak mengerti, kalau begini kepada siapa lagi saya minta perlindungan," ujar Hotasi.
Hotasi pun menilai, keputusan MA itu sama dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena itu, ia menilai majelis kasasi yang diketuai oleh Artidjo Alkostar tidak memperdulikan keseluruhan persidangan.
Ia menambahkan ada beberapa pertimbangan Artijo yang tidak benar di pengadilan tingkat pertama. Hal itu antara lain Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah memberikan kewenangan direksi fleksibilitas untuk memilih tipe pesawat yang menguntungkan perusahaan.
Kedua, penempatan security deposit (SD) itu dilakukan di Law Firm Hume di Washington sebagai custodian, dan tidak boleh diambil sepihak sesuai peraturan di AS. Ketiga, sudah ada letter of intent (LOI) antara Merpati dan TALG yang menjadi dasar penempatan security deposit yang mengikat.
"LOI ini dianggap sebagai perjanjian mengikat yang menjadi dasar menangnya gugatan Merpati terhadap TALG di pengadilan Washington pada 2007," tutur Hotasi.
Keempat, circular board of director (BOD) merupakan keputusan kolektif direksi Merpati. "Bukan keputusan sendiri," kata Hotasi.
Kelima, legal opinion yang dibuat oleh biro hukum menjadi bukti yang tidak relevan oleh Hakim di Pengadilan Negeri karena tertanggal setelah penempatan SD. Keenam, kedua warga negara AS yang telah menipu Merpati mengambil SD itu sedang diadili pengadilan di Washington DC atas tuntutan kejahatan tingkat tinggi.
Hukuman ini juga diberikan kepada Tony Sudjiarto sebagai General Manager pengadaan pesawat PT Merpati Nusantara Airlines. Adapun kasus ini bermula dari rencana Merpati melakukan pengadaan dua pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006.