Liputan6.com, Jakarta - Beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai ratusan triliun rupiah menjadi momok bagi pemerintahan Indonesia. Puluhan tahun terbelit dalam lingkaran subsidi BBM membuat negara ini disebut-sebut berada dalam masa penjajahan BBM.
Hal ini disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Dia menilai, presiden baru harus mempertimbangkan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
"Kita ini dalam masa penjajahan BBM, dijajah BBM. Pantas kita tidak bisa merdeka dari persoalan itu. Siapapun Presidennya, termasuk Jokowi sekalipun harus memikirkan kenaikan harga BBM subsidi. Ini berat," kata dia dalam Launching Mandiri Institute di Hotel Four Season, Jakarta, Senin (12/5/2014).
Dahlan mengaku, selain menyesuaikan harga BBM subsidi, untuk menyehatkan fiskal Indonesia, pemerintah harus menggalakkan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).
"Konversi ke gas alam mutlak harus dilakukan daripada memberi subsidi BBM. Konversi ini harus all out, tidak boleh setengah-setengah. Saya kadang suka jengkel kenapa konversi nggak jalan-jalan," keluhnya.
Mantan Direktur Utama PLN ini menyarankan, Indonesia perlu ideologi yang mantap dan tegas dalam pengelolaan energi ke depan. "Konversi BBM ke BBG kalau bukan sekarang kapan lagi? Kita harus merdeka dari penjajahan BBM," papar Dahlan.
Apabila program konversi tersebut melempem, dia meyakini Indonesia akan semakin sulit menghilangkan ketergantungan impor BBM.
"Di masa penjajahan BBM ini, kita luar biasa menderita. Jadi konversi harus segera, jika tidak, sulit bagi kita mengurangi ketergantungan impor BBM dan mengendalikan mata uang," tandasnya. (Fik/Ndw)
Dahlan Iskan: Presiden Baru Harus Pikirkan Kenaikan Harga BBM
"Siapapun Presidennya, termasuk Jokowi sekalipun harus memikirkan kenaikan harga BBM subsidi. Ini berat," kata Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Advertisement