Liputan6.com, Jakarta - Jika memiliki kreatifitas, menyulap satu bahan menjadi sesuatu yang bernilai seni tinggi dan menghasilkan pundi uang tidaklah sulit.
Seperti apa yang dilakukan Budi Krisnadi. Pria ini sukses memanfaatkan batang atau pelepah pohon pisang menjadi barang-barang fashion bernilai tinggi.
Budi memulai bisnis pelepah pisang karena muncul keinginan dalam benak untuk mengangkat produk lokal yang berasal dari bahan baku baku lokal tapi mampu menembus pasar global.
"Makanya kita ambil inspirasi batang pisang, karena batang pisang dari mulai dari daun, buah, jantung, itu kan sudah sering digunakan dimanfaatkan, tetapi batangnya sendiri ini jarang dimanfaatkan. Makanya kita olah batang pisang ini jadi kertas, kertasnya jadi produk Omorfa Matia ini," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.
Awal mula usaha
Advertisement
Dengan keuletan, Budi bersama dengan seorang teman bernama Fia Nur Aisyah secara resmi membuka bisnis produk fashion dengan merk Omorfa Matia pada Februari tahun ini.
Adapun pengambilan merek Omorfa Matia berasal dari bahasa Yunani, artinya mata yang indah. "Jadi filosofinya kita menganggap setiap orang punya mata yang indah untuk menikmati karya seni yang indah juga, makanya kita ambil namanya Omorfa Matia," jelas Budi.
Diakui Budi, inspirasi untuk membuat produk ini datang saat bertemu dengan perajin dari wilayah Garut, Jawa Barat.
Para perajin ini telah lebih dulu memproduksi kertas dari batang pisang. Namun hasil produksi para perajin tersebut baru sebatas kertas biasa saja.
"Kita ajak kerjasama, kertas ini untuk dijadikan produk yang bisa go global tadi, jadi valuenya tambah di situ," tambah dia.
Saat memulai bisnis ini, Budi dan Fia merogok kocek sebagai modal usaha sekitar Rp 5 juta. Dari uang ini, keduanya mulai memproduksi barang-barang seperti tas, kotak tisu, binder, cover passport, topi, dan gelang yang semuanya terbuat dari pelepah pisang.
Bahkan mereka berencana membuat lebih banyak varian produk seperti casing ponsel, kotak make-up, dining set, dan lain-lain.
Untuk harga yang ditawarkan pun terbilang kompetitif. Harga produk kategori original sekitar US$ 40-US$ 100 atau Rp 400 ribu hingga Rp 1 juta.
Sementara untuk kategori khusus karena berkolaborasi dengan seorang pelukis bernama John Martono yang memberikan sentuhan karya lukis pada bagian luar tiap produk, harganya berkisar antara Rp 200 ribu sampai Rp 2 juta.
"Ini kerjasama dengan pelukis John Martono, untuk satu desain ini paling kita bikin satu atau dua pieces saja, jadi sangat limited," jelas pria kelahiran Bandung 8 Desember 1985 ini.
Strageti Pasar
Sejak awal membangun bisnis ini, Budi sudah menargetkan pangsa pasar produknya untuk bisa diekspor. Meski saat ini dia masih berfokus pada konsumen lokal karena animo konsumen dalam negeri pun cukup besar, kendati saat ini masih terbatas pada segmen menengah ke atas.
Salah satu cara untuk dapat merambah pasar internasional, Budi menitipkan produknya kepada John Martono saat melakukan pameran lukis di Australia dan China.
Selain itu, dia juga bekerjasama dengan toko-toko di Bali untuk menjual produknya sekaligus memperkenalkan kepada wisatawan asing yang datang.
Meski masih terhitung baru, namun Budi mengungkapkan bahwa dalam satu bulan, dirinya bisa menjual sekitar 60 item produk. Penjualan terbesar masih melalui online dan penjualan melalui gerai Omorfa Matia di Bandung.
Proses Produksi
Untuk bahan baku, Budi mengaku tidak menemui kendala karena semuanya berasal dari dalam negeri. Pasokan bahan baku kulit misalnya, biasa dipasok dari wilayah Bandung.
Sedangkan untuk pelepah pisang, sangat melimpah di daerah Garut dan sekitarnya.
"Bahan baku yang utama masih di kertas batang pisang, tapi untuk kekuatan kita di bagian dalam kalau misalnya untuk tas ya, kita tetap pakai kulit sapi," tutur dia.
Dalam proses produksi, Budi kerjasama dengan banyak perajin sebagai pemasok kertas pelepah pisang serta membuat bentuk produk yang diinginkan sesuai dengan desain, yang telah ditetapkan tim.
"Untuk produksinya sendiri masih melibatkan perajin lokal di Bandung itu kepalanya ada 1 orang dengan anak buah ada sekitar 5 orang. Kalau yang di Garut saya kurang tahu persis tapi itu satu kampung," katanya.
Meskipun rumit, namun proses produksinya pun terhitung cepat. Misalnya untuk produk tas, para perajin mampu menghasilkan 2 item tas per hari.
Sedangkan untuk produk lain dalam satu hari bisa produksi lebihh banyak lagi. Jika dihitung, dalam satu bulan dia memproduksi 500 item untuk beragam jenis produk.
"Cepet kok, ini juga kita proses yang ini (tas) kita bikin sekitar 16 item, cuma proses 10 hari dan itu semuanya handmade," ungkapnya.
Meskipun jenis produk-produk yang ditawarkan Omorfa Matia terbilang umum, namun menurut Budi, yang membedakan dengan produk-produk lain adalah penggunaan kertas dari pelepah pisang yang saat ini masih sangat jarang sehingga diyakini masih belum banyak pesaing dalam hal ini.
"Pertama, value saya tekankan dari mulai bahan baku, bahan baku yang main batang pisang masih sedikit. Dan yang kedua dari online, jadi untuk meraih pasar yang lebih luas memang website kita dibikin bagus, sosial media kita dibikin bagus," tuturnya.
Kedepannya untuk target jangka pendek, pria lulusan S1 Managemen Fakultas Ekonomi Unversitas Padjajaran ini ingin membuka satu toko di tempat yang strategis di Bandung.
Sedang target jangka pendek, dia ingin produk-produknya tersebut bisa menembus pasar internasional sehingga bisa lebih banyak memberdayakan perajin lokal.(Dny/Nrm)