Liputan6.com, Bangkok - Setelah tentara Thailand mendeklarasikan darurat militer pada Selasa (20/5/2014) waktu setempat, sedikitnya 11 negara termasuk Amerika Serikat (AS) telah mengeluarkan larangan bagi para penduduknya untuk berlibur atau menetap di sana. Pemerintah Thailand mengakui, larangan kunjungan tersebut dapat mengganggu stabilitas pariwisata dan perekonomian negaranya.
"Tetap waspada, perhatikan lingkungan sekitar, dan pantau berita-berita yang tayang di sejumlah media. Hindari wilayah-wilayah tempat terjadinya aksi demonstrasi, perkumpulan massa atau tempat pihak keamanan beroperasi," ungkap pemerintah AS seperti dikutip dari Wall Street Journal, Rabu (21/5/2014).
Baca Juga
Tak hanya AS, pemerintah Australia juga mendorong warganya di Thailand untuk bersikap sangat waspada selama berlibur di Thailand karena adanya potensi perpecahan masyarakat.
Advertisement
Merespons seluruh larangan tersebut, Wakil Presiden Dewan Pariwisata Thailand bagian perdagangan industri, Pornthip Hirunkate mengatakan, setelah darurat militer diterapkan, pariwisata domestik akan terlukan.
Dia memprediksi penurunan jumlah turis asing hingga mencapai 9,5% sepanjang tahun. Sebelumnya, penurunan tersebut dapat diantisipasi menghadapi konflik yang terlalu lama, tapi darurat militer memperburuk kondisi tersebut.
Industri pariwisata Thailand memang sangat berisiko hampir dalam tujuh bulan terakhir yang menyebabkan 28 orang meninggal dunia. Sejak November, sebanyak 50 negara telah mengeluarkan peringangat kunjungan ke Thailand karena perpecahan politik yang terjadi di sana.
Bank Sentral Thailand melaporkan, mengacu pada kekacauan politik yang terjadi, pendapatan dari sektor pariwisata terus menurun. Sepanjang kuartal I-2014, pendapatan dari industri pariwisata telah menurun sebesar 4%.
Sejauh ini, pariwisata menyumbang 10% dari total produk domestik bruto Thailand. Sementara maskapai seperti Thai Airways dan AirAsia mengaku masih beroperasi seperti biasa. (Sis/Ndw)