Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan aturan terkait pengendalian suplai bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan impor bibit indukan ayam atau grand parent stock (GPS). Salah satu hal yang diatur dalam kebijakan ini yaitu soal pengurangan suplai DOC sebesar 15% ketika terjadi kelebihan.
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi mengatakan, hingga kini masih ada lima peternakan unggas yang belum menjalankan aturan ini. "Kita sudah punya konsekuensi sama industri dan peternak bahwa sampai tanggal 2 Juni dibebaskan yang belum melakukan. Ada 5 perusahaan yang belum, itu dipaksa pokoknya," ujar Lutfi di Jakarta seperti ditulis Selasa (27/5/2014).
Dia menegaskan, bila peternakan unggas tersebut tidak mengikuti aturan ini, maka Kemendag tidak akan memberikan izin ekspor dan impor.
"Kalau tidak mau, kami tidak akan layani perizinan di masa depan. Tetapi kami ingin mencari keputusan kebijakan yang pas, jadi membutuhkan waktu. Sabar lah," lanjutnya.
Menurut Lutfi, aturan ini diberlakukan dengan tujuan agar perusahaan peternakan terutama skala kecil tidak gulung tikar yang biasanya terjadi secara berkala setiap lima tahun.
"Kalau kami tidak atur masalah unggas ini. Ini sangat berbahaya, akan terjadi kebangkrutan massal yang akan menghancurkan struktur daripada peternak kami. Setiap lima tahun sekali mau bangkrut massal. Kami tidak mau itu, kami ingin punya sustanaible yang tinggi," jelasnya.
Selain itu, dengan adanya kebijakan ini maka diharapkan harga daging ayam lebih stabil dan stok ayam yang tersedia dipasaran bisa dikendalikan sehingga tidak mengalami kekurangan atau pun berlebih.
"Nanti kami atur semua, pemasoknya, GpS, DOC-nya, distribusi DOC dan harga DOC. Kemarin kami atur Rp 3.200 per ekor. Tapi sebenarnya waktu diatur pun harga mekanismenya sudah jalan, mereka beli di atas harga DOC kami, Rp 5 ribu mereka beli. Berarti mekanisme pasar jalan," tandasnya. (Dny/Ahm)