Liputan6.com, Jakarta `Nenek moyangku seorang pelaut`, bait lagu tersebut mungkin sudah tertanamkan sejak masih sekolah dasar, mungkin lagu ini tercipta karena Indonesia adalah negara maritim yang memiliki laut yang luas.
Namun negara maritim yang disandang Indonesia kian memudar, karena dalam hal teknologi kemaritiman Indonesia sudah jauh tertinggal.
Di kawasan Asia, teknologi kemaritiman sepertinya sudah dikuasai Korea Selatan, hal ini terbukti dengan adanya kota galangan kapal di sana yang bernama Ulsan.
Liputan6.com berkesempatan mengunjungi kota dengan suhu sejuk tersebut pada 22 April 2014. Di kota ini terdapat galangan raksasa yang dioperatori oleh Hyundai Heavy Industries yang merupakan salah satu landmark Ulsan.
Di kota ini, Hyundai Heavy Industries membuat banyak divisi, diantaranya adalah divisi Engine and Machinery, divisi Offshore Engineering, divisi peralatan konstruksi, dan Green Energy dan yang terbesar adalah industri perakitan kapal atau galangan kapal. Dengan banyaknya divisi itu, industri Hyundai Heavy Industries dapat menyerap tenaga kerja yang sebagian besar merupakan penduduk Ulsan.
Di tengah galangan kapal tersebut terdapat bukit yang di atasnya berdiri rumah adat Korea Selatan. Rumahnya berbentuk seperti kuil dengan bahan bangunan sebagian besar dari kayu.
Rumah adat yang asri ini dijadikan tempat untuk menyambut para tamu yang berkunjung ke galangan kapal. Dari rumah ini kita bisa melihat aktifitas galangangan kapal dari ketinggian. Selain itu kita juga bisa menyaksikan kapal yang baru berlayar ke lautan.
Baca Juga
Pembangunan industri galangan kapal ini dimulai sejak tahun 1972. Berada di sepanjang 2,5 mil dan di atas areal seluas 1.780 hektar, dengan lokasinya yang strategis maka galangan kapal ini dapat dengan mudah diakses dari laut.
Di galangan kapal ini, Hyundai mampu membangun semua jenis kapal untuk memenuhi berbagai permintaan dari pemilik kapal dengan didukung Drydocks berskala besar.
Advertisement
Owner Representative SSPC (PCI) Pertamina's Newbuilding Projects LPG Tangker Projects I Gusti Ngurah H mengatakan, dalam merakit kapal Hyundai membaginya sesuai dengan komponen. Seperti bagian mesin, bagian perakitan badan kapal dan komponen lain.
"Jadi setiap bagiannya ada yang mengurusnya sendiri-sendiri, ada bagian mesin, ada bagian yang nyambung badan kapal," jelas Gusti.
Selain itu, perakitan kapal juga dibagi sesuai jenisnya, seperti kapal untuk angkutan, kapal tangker, kapal milter.
Dua kapal pengangkut elpiji terbesar di dunia juga dirakit ditempat ini. Kapal tersebut milik PT Pertamina (Persero).
Kapal ini berkapasitas angkut 84 meter kubik, dengan spesifikasi memiliki panjang atau Length Over All (LOA) tercatat 226 meter dan kedalaman (depth) mencapai 22,30 meter.
Lebar (Breadth) kapal yang dibangun selama dua tahun ini mencapai 36,60 meter dengan draught 11,40 meter. Kapal ini bermesin Hyundai–B&W 6S60MC-C8.2, 13,800 KW x 105 Rpm dan memiliki kecepatan 16.75 Knots.
Gusti mengatakan kapal ini bisa mengangkut bahan baku elpiji yaitu propan dan butan secara terpisah. Di kapal ini, bahan baku tersebut juga bisa disatukan dan disalurkan ke kapal-kapal tanker yang lebih kecil.
"Ini tergantung dari kondisinya jadi kalau mau diolah di atas kapal bisa, ini masih dipisah propan dan butan," tuturnya