Liputan6.com, Palu - Reporter: M Taufan SP Bustan
Bisnis pakaian bekas atau yang biasa disebut pakaian cakar, seakan tiada matinya di Palu, Sulawesi Tengah. Para pembeli rela menghabiskan waktunya demi mencari baju impor bermerek dengan harga murah meriah.
Tingginya animo masyarakat, membuat tempat penjualan pakaian cakar juga kini lebih mudah diakses oleh para konsumen, karena tersebar hampir di semua sudut kota.
Tidak hanya itu, pasokan pakaian impor bekas ini juga ternyata mampu memanjakan konsumennya yang ingin mencari model pakaian yang diinginkannya.
Advertisement
"Cukup bawa uang Rp 50 ribu sudah banyak pakaian bekas yang bisa kita bawa pulang. Pastinya dengan model yang bagus," aku Aldo salah satu konsumen cakar ditemui Liputan6.com di sentra penjualan cakar Jalan I Gusti Ngurah Rai, Kecamatan Palu Selatan, Sabtu (31/5/2014).
Menurut dia, pakaian bekas memang tidak kalah keren dan tahan lama jika digunakan. Bahkan, keunggulan pakaian cakar, banyak merek-merek impornya. Apa lagi didapatkan dengan harga yang sangat murah.
"Seperti kemeja, levis, dan masih banyak model pakaian cakar lainnya. Yang hampir semuanya bermerek luar negeri," ucapnya.
Senada dengan Aldo, Risma konsumen cakar lainnya mengungkapkan, sangat sering membeli pakaian cakar. Menurutnya, pakaian cakar tidak kalah bagusnya dengan pakaian lokal dalam negeri. Selain harganya memang murah mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 60 ribu per potongnya.
"Saya kalau membeli pakaian cakar sampai sepuluh lembar, bahkan belasan lembar. Pakaian itu kadang saya kirimkan untuk keluarga di kampung. Ada juga saya gunakan sendiri," katanya.
Ditanya bagaimana dengan risiko terhadap kesehatan menggunakan pakaian bekas, menurutnya tidak masalah. Karena barang-barang yang dibelinya sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan atau dicuci.
"Sebelum saya menggunakannya, pakaian ini terlebih dahulu saya cuci," tandasnya.
Bisnis menguntungkan
Berbisnis pakaian bekas oleh pembisnisnya dianggap sebagai usaha yang cukup menguntungkan. Hal ini terungkap dari pengakuan beberapa pelaku usaha pakaian cakar.
"Lumayanlah untungnya, kalau memang usaha ini tidak menjanjikan, pasti sudah banyak pedagang yang berhenti berjualan. Dan dampaknya ketersediaan pakaian cakar juga pasti semakin langka. Sekarang pedagang cakar makin banyak bermunculan," ujar Rustam salah satu pedagang cakar ditemui di tempat yang sama.
Ia menyebutkan, kalau selama ini kendala berjualan pakaian cakar hanya terletak pada lokasi berjualan yang tidak pasti alias selalu berpindah-pindah. Sebab berbeda dengan pedagang lainnya, hingga saat ini pemerintah belum pernah menfasilitasi pedagang cakar dengan menyediakan lokasi khusus bagi usaha mereka.
"Untuk berjualan, kami terpaksa menyewa lokasi yang kami anggap strategis untuk memajang pakaian jualan kami. Yang kami jual adalah pakaian bekas, maka lokasi yang mudah diakses dan terlihat jelas oleh warga seperti di pinggir-pinggir jalan besar adalah tempat yang sangat cocok bagi usaha dagang pakaian cakar," jelasnya.
Cikal pedagang cakar lainnya mengaku, usaha pakaian cakar yang digeluti saat ini sebagai penerus usaha orang tuanya yang telah puluhan tahun berjualan pakaian cakar di Palu.
Bahkan, untuk melariskan dagangannya ia juga mengaku, kini memiliki langganan tetap yang secara rutin mendatangi tempat usahanya terutama saat ia melakukan bongkar pakaian cakar baru.
Untuk tidak mengecewakan konsumen tetapnya, Cikal secara intensif menghubungi atau menginformasikan konsumen tetapnya pada setiap hari Kamis dan Minggu. Sebab pada hari-hari itu dia biasanya melakukan bongkar ball baru.
"Selama ini kami mendapatkan jatah barang dagangannya langsung dari agen yang ada di Makassar. Seminggu order pakaian cakar untuk keperluan dagang dilakukannya sesuai jumlah barang yang laris," jelasnya.
Jika dalam sepekan barang dagangannya laris manis, Rinto pedagang pakaian cakar lainnya, kadang melakukan order pakaian cakar sebanyak dua ball untuk sekali bongkar. Sedangkan omzet yang diperolehnya dalam sehari, berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu. Itu pun, tergantung dari jenis pakaian yang baru saja dibongkarnya.
"Luamayanlah untung setiap harinya kita dapat. Karena warga di Palu memang masih sangat mengincar pakaian bekas dibanding mereka harus ke toko menghabiskan uang banyak hanya karena beberapa potong pakaian," kata Rinto.
Seperti para pembisnis lainnya dari berbagai bidang usaha, kesabaran dan ketekunan haruslah diterapkan, karena sebagai wirausaha yang bergerak dalam bidang jasa, terutama bisnis barang second tidak bisa serta merta mengharapkan seluruh dagangannya laris manis dalam tempo yang secepat-cepatnya.
"Jualan pakaian bekas seperti ini untung dan ruginya terletak pada keberuntungan pedagang saat membeli pakaian dari agen. Kalau saat bongkar dapat pakaian yang baik pasti tidak susah menjualnya. Tapi kalau ball yang kami bongkar isinya banyak yang kurang baik fisiknya, ya pasti tidak laku dijual," tambah Rinto. (M Taufan SP Bustan/Ndw)