Sukses

Pemerintah Diminta Sederhanakan Perizinan dan Aturan Tambang

BPK telah merekomendasikan pemerintah untuk menyederhanakan perizinan, mempermudah usaha, memperbaiki sistem penerimaan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta lebih bisa memberdayakan kekayaan hasil tambang di Bumi Indonesia yang disebut belum maksimal karena terhambat beberapa hal seperti regulasi.

Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa menilai potensi pertambangan harus terus digali agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Caranya dengan memangkasa perizinan dan pembenahan aturan.

"Pemerintah dan seluruh stakeholder pertambangan di Indonesia harus memperbaiki tata cara pertambangan dan pengolahannya dengan tujuan memaksimalkan penerimaan negara berbasis lingkungan," ujar Ali Masykur di Jakarta, Rabu (4/6/2014).

Ia menjelaskan, BPK telah merekomendasikan pemerintah untuk menyederhanakan perizinan, mempermudah usaha, memperbaiki sistem penerimaan, dan meningkatkan kesadaran pengusaha melalui sosialisasi.

"Perbaikan perizinan harus segera dijalankan mengingat pertambangan merupakan kekayaan yang tidak dapat diperbaharui, oleh karena itu penggunaannya harus dilaksanakan secara bijaksana," tegas dia.

Ia mengingatkan, banyak daerah di Indonesia yang menikmati kekayaan tersebut tetapi tanpa disadari bermasalah akibat kendala perizinan.

Dia pun mengingatkan jika ada perusahaan tambang yang nakal, misalkan tidak membayar jaminan reklamasi, harus segera berbenah. Karena, hal ini bisa mencederai prinsip cara menambang secara baik dan tentu akan merusak lingkungan secara masif.

Perusahaan yang seperti itu, kata Ali, seharusnya dihentikan operasinya disebabkan dari sejak awal berusaha telah berniat untuk merusak lingkungan dan tentu akan merusak lingkungan secara masif.

Sebelumnya, Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh, Rizal Kasli, meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana menaikkan royalti batubara sebesar 13,5% tahun ini.

Pasalnya, harga batu bara di pasar dunia sedang anjlok atau berada di level terendah dalam kurun empat tahun terakhir. Penyebabnya melimpahnya pasokan global dan penurunan permintaan dari China.

“Jika pemerintah tetap menaikkan royalti, bisa dipastikan banyak perusahaan tambang batu bara yang gulung tikar. Ujung-ujungnya pasti akan terjadi gelombang PHK besar-besaran. Itu yang tidak kami inginkan,” ujar Rizal.

Abrar Saleng, Pakar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin Makassar sebelumnyta menilai royalti pertambangan selama ini selalu naik ketika harga anjlok.

Hal ini disebut tidak tepat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengungkapkan dengan jelas, apa yang melatari kenaikan tersebut.  Dengan begitu, pengusaha pun diyakini bisa memahami, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan pelaku usaha.(Nrm)