Sukses

Rupiah Jadi Korban Aksi Borong Dolar AS

"Dunia usaha tidak percaya dengan rupiah. Mereka semua beli dolar AS," kata Pengamat Valas Farial Anwar.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Valas Farial Anwar menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak hanya imbas dari defisit neraca perdagangan Indonesia pada bulan Mei.

Ambruknya rupiah, lanjut dia, juga disebabkan aksi borong dolar AS yang dilakukan para pelaku usaha. "Dunia usaha tidak percaya dengan rupiah. Mereka semua beli dolar AS. Itu tidak diimbangi dengan pasokan," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com yang ditulis, Senin (9/6/2014).

Tak hanya itu, para pelaku usaha juga memilih bertransaksi dengan menggunakan dolar AS ketimbang rupiah. Contohnya di kontrak-kontrak proyek terutama di industri minyak dan gas (migas) semua ditetapkan dalam dolar AS. Bahkan antar sesama perusahaan dalam negeri saja transaksi pakai dolar AS.

"Misalnya di pelabuhan, ongkos angkut sudah tidak mau pakai rupiah, pakai dolar AS," tuturnya.

Permasalahan yang perlu segera direvisi pemerintah, menurut Farial ialah adanya peraturan mengenai kewajiban para investor portofolio untuk mampu menahan dananya paling tidak selama enam bulan di Indonesia.

Farial menambahkan, dengan sistem rezim devisa bebas saat ini menurutnya memang yang menjadi risiko adalah nilai mata uang lokal, yaitu rupiah.

"Memang ada Peraturan Bank Indonesia yang jika ingin bertransaksi menggunakan bank lokal, tapi sayangnya itu tidak ada hold period-nya, jadi mereka (investor) keluar masuk seenaknya. Itu risiko," papar Farial.

Sementara itu, Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Destry Damayanti menyatakan tekanan rupiah yang terjadi baru-baru ini karena permintaan dolar meningkat pada Juni 2014. Hal itu untuk mengantisipasi puasa dan Lebaran sehingga impor barang melonjak. Selain itu, perusahaan swasta juga membayar utang dan membayar dividen pada semester I 2014.

"BI juga memperhitungkan pertumbuhan ekonomi China yang sebagian melambat. Hal ini dapat menekan ekspor. Oleh karena itu, BI lebih realistis," kata Destry.

Dia memperkirakan rupiah akan kembali menguat di kisaran 11.400 pada akhir 2014. Target itu bakal tercapai dengan catatan pemilihan Presiden berjalan lancar.  Ia mengakui, memang tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi ke depan. Oleh karena itu diharapkan, BI tetap menjaga volatilitas rupiah untuk tetap stabil.

"BI juga harus mengembangkan instrumen-instrumen selain forex swap," ujarnya. (Yas/Ndw)