Sukses

4 Tantangan Ekonomi RI yang Harus Dibenahi

Indonesia harus mengatasi empat tantangan ekonomi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 6%.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menghadapi empat tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6% pada 2014. Oleh karena itu, empat tantangan itu harus dibenahi untuk menggapai pertumbuhan ekonomi itu.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti mengatakan, empat tantangan ekonomi mendatang antara lain pertama defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit).  Hal ini disebabkan oleh lemahnya kebijakan energi membuat importasi Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia meningkat, sementara produksi minyaK mengalami penurunan.

"Selain itu, struktur industri rapuh industri hulu dan intermedied tidak berkembang, jasa angkutan, asuransi melemah," kata Destry, dalam outlook ekonomi Bank Mandiri, di Kantor Pusat Bank Mandiri, Jakarta, Senin (9/6/2014).

Tantangan kedua adalah investasi asing langsung (Foreign Direct Investment /FDI). Hal ini menjadi tantangan karena FDI kepemilikannya berasal dari luar negeri, yang dapat mengganggu perekonomian jika pemerintah tidak melakukan terobosan pengaturan investasi.

"FDI masuk banyak bagus, tapi jangan lupa FDI pemiliknya ada di luar, bayar dividen ke owner. Seperti akhir tahun dapat income 30% dibalikkan ke pemegang saham. Kalau di FDI nggak ada aturan, ini bagaimana caranya pemerintah melakukan terobosan supaya mereinvest," paparnya.

Destry mengungkapkan, buruknya infrastruktur di Indonesia menjadi tantangan ekonomi mendatang. Pasalnya,infrastruktur kurang memadai membuat biaya logistik menjadi membengkak.

Sedangkan tantangan keempat adalah kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja di Indonesia sebagian besar berlatar belakang pendidikan Sekolah Dasar, sedangkan yang lulusan perguruan tinggi masih sangat rendah. Tingkat pendidikan rendah itu membuat penggunaan teknologi dalam  industri sangat rendah.

"Tantangan 70 persen dari tenaga kerja kita sekolah dasar, graduation hanya 8 persen. Total pekerja kita mayoritasnya di tamat SD. Di Industri manufactur kita paling besar di sini (tamatan SD), sehingga low tech. Tanpa ada perubahan di sektor riil maka susah mengharapkan pertumbuhan bisa sustain di atas 6-7%," pungkasnya. (Pew/Ahm)