Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan, Bank Indonesia (BI) tidak akan mengubah atau tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen. Hal itu dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan mengatasi defisit neraca transaksi berjalan.
Data terbaru menyebutkan, inflasi Mei 2014 tercatat 0,16 persen, dan tingkat inflasi tahun ke tahun atau Mei 2014 terhadap Mei 2013 sebesar 7,32 persen. Serta neraca perdagangan mengalami defisit sekitar US$ 1,9 miliar pada April 2014. Cadangan devisa mencapai US$ 107,04 miliar pada 30 Mei 2014.
Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat menuturkan, defisit neraca perdagangan cukup tinggi pada kuartal II 2014 mengingat secara musiman harga komoditas turun dan impor melonjak untuk mengantisipasi puasa dan Lebaran.
Selain itu, bank sentral Eropa memotong tingkat suku bunga deposito menjadi minus 0,1 persen dari sebelumnya 0 persen. Lalu tingkat suku bunga acuan (ECB Rate) menjadi 0,15 persen dari sebelumnya 0,25 persen.
Dengan melihat kondisi itu, menurut Budi, BI akan tetap mempertahankan level BI Rate 7,5 persen. "BI Rate likely stay. BI ingin mata uang Rupiah tetap kompetitif. Jadi BI Rate tetap di 7,5 persen," ujar Budi, saat dihubungi Liputan6.com, yang ditulis Kamis (12/6/2014).
Ia menambahkan, level BI Rate di kisaran 7,5 persen juga sudah cukup ketat untuk ekonomi Indonesia. Bila BI Rate diturunkan juga tidak aman karena dapat mendorong impor semakin besar sehingga menganggu neraca transaksi berjalan.
"Kalau BI Rate turun ekonomi kencang tetapi impor naik. Sedangkan level BI Rate di kisaran 7,5 persen juga sebenarnya sudah ketat, kalau dinaikan ekonomi jadi melambat," tutur Budi.
Ia mengatakan, BI Rate di kisaran 7,5 persen, dan pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1 persen maka hal itu mendorong masyarakat untuk menabung.
Hal senada dikatakan Ekonom Standard Chartered Indonesia, Eric Alexander Sugandi. Bahkan ia memperkirakan, BI Rate bakal tetap 7,5 persen hingga akhir tahun 2014.
"Bila BI Rate naik maka biaya kenaikannya lebih besar daripada manfaatnya untuk pertumbuhan ekonomi. BI Rate naik maka pertumbuhan ekonomi menjadi lebih lambat," kata Eric.
Selain itu, Eric mengingatkan untuk mewaspadai nilai tukar rupiah dan neraca transaksi berjalan. Hal itu ditambah dengan ketidakpastian politik dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden.
Sebagai informasi, BI Rate tetap bertahan di level 7,5 persen sejak 12 November 2013 hingga 8 Mei 2014. Selama masa kepemimpinan Gubernur BI, Agus Martowardojo, BI Rate telah naik sekitar 175 basis poin. (Ahm/Gdn)
BI Rate Diperkirakan Bertahan di 7,5%
Ekonom menilai, bila BI Rate naik maka biaya kenaikan BI Rate lebih besar dari pada manfaat untuk pertumbuhan ekonomi.
Advertisement