Liputan6.com, Jakarta - Jika menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla membidik pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7 persen. Untuk mengejarnya, pasangan tersebut akan membuat tol Laut.
Tim Ahli Ekonomi Jokowi Jk Wijayanto Samirin mengatakan, jaringan logisitik sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, memperbaiki jaringan logisitik Indonesia merupakan strategi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
"Jaringan logistik ibarat pembuluh darah bagi tubuh. Jika jaringan logistik tidak diperbaiki dan ekonomi dipaksa untuk tumbuh maka ekonomi negeri ini akan mengalami stroke," kata Wijayanto di Media Center Jokowi-JK, kawasan Menteng Jakarta, Selasa (17/6/2014).
Wijayanto menuturkan, salah satu perbaikan jaringan logistik yang akan dilakukan pasangan Jokowi-JK adalah dengan membuat tol laut.
Ia menjelaskan Tol Laut adalah jaringan rute kapal laut uang bergerak secara rutin dari Aceh hingga Papua dengan mengembangkan beberapa pelabuhan menjadi pelabuhan internasional modern di lima kota yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, Makasar dan Sorong.
"Jalur utama tol laut melewati kota-kota pelabuhan utama di Indonesia," tuturnya.
Kemudian, dari pelabuhan tersebut dihubungkan dengan pulau-pulau lain atau kota-kota lain dengan kapal berukuran lebih kecil. Selain itu ada juga akan ada pembangunan 10 pelabuhan kontainer baru, dan pembangunan penghubung antara transportasi laut dengan darat seperti kereta api dan truk.
Selain mengejar pertumbuhan, perbaikan jaringan logisitik ini akan menekan biaya biaya logisitik.
"Untuk mengurangi biaya logistik, Jokowi JK berencana mengembangkan jaringan transportasi terpadu, transportasi laut terkoneksi secara efisien dengan jalan dan rel kereta api," jelasnya.
Jokowi-JK menargetkan penurunan biaya logistik minimal 5 persen setahun, Sehingga biaya logistiknya hampir sama dengan Thailand pada 2019.
"Pada 2013, biaya logistik Indonesia setara dengan 27 persen dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih tinggi dari Thailand 15,2 persen, Malaysia 13 persen, dan Singapura 8,5 persen," pungkasnya. (Pew/Ndw)