Sukses

Proyek Mobil Nasional Mandek, Ini Kata Menperin

Untuk kembali memulai program mobil nasional, seharusnya dimulai oleh badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kemampuan anggaran yang besar.

Liputan6.com, Jakarta - Proyek produksi massal mobil buatan dalam negeri atau mobil nasional hingga saat ini tidak lagi terdengar. Meski demikian, dengan semakin banyaknya industri pendukung otomotif atau industri komponen otomotif yang dibangun di Indonesia diharapkan bisa menjadi pendorong proyek tersebut untuk kembali berjalan.

Menteri Perindustrian, MS Hidayat menyatakan, jika kriteria yang disebut sebagai mobil nasional adalah memiliki kandungan komponen lokal 85 persen, maka telah ada mobil yang masuk kategori sebagai mobil nasional yaitu jenis low cost green car (LCGC).

"Sebenarnya saat ini secara original kemampuan untuk jenis kendaraan tertentu, kandungan komponennya telah mencapai 80 persen hingga 85 persen. Tapi jangan seperti mobil-mobil yang lalu, bilang mobil nasional tapi sebagian besar masih impor," ujarnya saat memberikan sambutan pada Seminar Prospek Industri Otomotif Nasional Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (23/6/2014).

Hidayat menjelaskan, sebenarnya pada masa lalu beberapa perusahaan swasta besar telah memulai membangun mobil nasional, contohnya Bimantara. Namun pada akhirnya tidak sukses karena tidak mampu mengimbangi struktur industri permobilan yang harus berteknologi tinggi. Selain itu, perusahaan lokal tersebut juga tidak mampu berkompetisi.

"Berkali-kali saya menyampaikan, industri mobil ini sangat berat karena dia capital intensive dan di sisi lain dia juga labour intensive. Capital intensive dibutuhkan pemodal, investasi besar itu bisa pemerintah bisa swasta," lanjutnya.

Bakrie Group juga pernah membangun program ini, namun tetap tidak berhasil. "Nggak feasible. Karena teman-teman saya sebagai pengusaha, melihat kalau feasible pasti mereka melakukannya," katanya.

Hidayat mengungkapkan, untuk kembali memulai program mobil nasional, seharusnya dimulai oleh badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kemampuan anggaran yang besar dengan menggandeng perusahaan swasta nasional.

"Kalau mau dimulai, pemerintah yang baru nanti mesti diputuskan, siapa yang bersedia memulai investasi lebih awal. Sebab secara ekonomi, itu minimal harus 30 ribu unit diproduksi per tahun, baru secara economical-nya feasible," jelasnya.

Selain itu, menurut Hidayat jika program terus berjalan maka pemerintahan mendatang harus menjadikan ini sebagai program prioritas sehingga benar-benar teralisasi.

"Ini kan program politik, jadi siapa yang menang, bisa mencanangkan ini supaya lebih populer. Semua harus seperti Korea, begitu di-launching (mobil nasional), ada yang masih kurang suka. Tapi harus ditekan, harus dibeli. Kalau di Korea itu bisa dikerahkan mobilisasi pembeli dengan semboyan nasionalisme," tandas dia. (Dny/Gdn)