Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai lebih baik menurunkan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) bagi kendaraan pribadi ketimbang menaikkan tarif kereta api ekonomi seiring pemangkasan anggaran public service obligation (PSO) terhitung 1 September 2014.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, pemerintah di negara manapun, memperuntukkan anggaran subsidi untuk angkutan publik dan bukan angkutan pribadi.
Baca Juga
Hal ini berbanding terbalik dengan di Indonesia di mana BBM untuk kendaraan pribadi malah terus disubsidi.
"Di negara manapun, angkutan publik yang disubsidi, tidak ada kendaraan pribadi disubsidi. Harusnya subsidi BBM yang dikurangi dan dialihkan kepada angkutan publik," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (24/6/2014).
Selain itu, menurut dia, pemangkasan anggaran belanja kementerian dan lembaga yang menjadi penyebab pengurangan alokasi PSO ini justru akibat lonjakan subsidi energi seperti BBM.
"Akhirnya pemerintah malah menyubsidi orang kaya yang menggunakan kendaraan pribadi dan mengorbankan masyarakat menengah ke bawah dengan menaikan harga tiket KA kelas ekonomi," jelas dia.
Sesuai dengan Kontrak PSO Nomor PL.102/A.41/DJKA/3/14 dan Nomor HK.221/III/1/KA-2014Â tanggal 3 Maret 2014, besaran PSO semula adalah Rp 1,22 triliun. Dengan adanya pemangkasan anggaran, maka besaran PSO mengalami pengurangan senilai Rp 352,72 miliar. Kini besaran PSO untuk penumpang KA ekonomi menjadi Rp 871,58 miliar.
Advertisement
Akibatnya, tarif untuk KA Ekonomi Jarak Jauh dan Jarak Sedang kembali ke tarif normal non subsidi terhitung mulai September 2014. Sedangkan untuk tarif KA Jarak Dekat atau Lokal dan Kereta Rel Disel (KRD) untuk sementara belum dikembalikan ke tarif normal non subsidi sampai dengan 31 Desember 2014. (Dny/Nrm)
Â