Liputan6.com, Jakarta - Ketersediaan rumah di Indonesia belum mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk di Indonesia. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara ketersediaan rumah atau jumlah pasokan rumah yang ada dengan jumlah rumah yang dibutuhkan (backlog). Angka backlog tersebut diperkirakan mencapai 15 juta unit.
Kepala Bidang Pola Bantuan Pembiayaan Pengembangan Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), Samson Sibarani mengakui, kesenjangan tersebut terjadi karena kurangnya dana untuk pembangunan perumahan.
"Sumber pembiayaan saat ini hanya berasal dari bank pelaksana dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebagian diberikan kepada bank pelaksana untuk membantu pengembangan," ujarnya di Kantor Asbanda, Jakarta, Selasa (24/6/2014).
Samson menjelaskan, setiap tahunnya anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari APBN yang bisa dialokasikan oleh Kemenpera hanya Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan kebutuhan akan rumah bagi masyarakat yang terus meningkat.
"Demand yang besar tidak sejalan dengan ketersediaan dana jangka panjang. Kebutuhan pembiayaan yang sangat besar tidak bisa diharapkan dari APBN saja, tetapi harus cari sumber pembiayaan lain," tandasnya.
Berdasarkan data dari Kemenpera, penyaluran FLPP pada 2014 dibagi untuk pembangunan rumah tapak dan rumah susun. Untuk rumah tapak, ditargetkan sebanyak 117.500 unit dengan kebutuhan dana sebesar Rp 9,1 triliun, sedangkan rumah susun sebanyak 2.500 unit hunian dengan kebutuhan anggaran Rp 561 miliar. Sehingga total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 9,7 triliun.
Namun, ketersediaan anggaran untuk merealisasikan hal tersebut sebesar Rp 4,49 triliun yang hanya mampu membangun 57.792 unit rumah tapak tanpa rumah susun. Sehingga kekurangan anggaran sekitar Rp 5,2 triliun. (Dny/Gdn)
Kemenpera Akui Kurang Duit Buat Bangun Rumah Rakyat
Total anggaran yang dibutuhkan untuk mewujudkan rumah untuk rakyat mencapai Rp 9,7 triliun.
Advertisement