Sukses

KAI Sambut Positif Usulan Tarif Berbasis Dolar

Sarana dan prasana yang harus diimpor tersebut juga menjadi alasan KAI sulit untuk mengembangkan bisnisnya.

Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (KAI) mennyambut positif terkait gagasan Kementerian Perhubungan untuk penerapan tarif Kereta Api berbasis dolar Amerika Serikat (AS).

Kepala Humas KAI, Sugeng Priyono menjelaskan, perusahaan menyambut positif karena memang 95% pengadaan sarana dan prasarana, termasuk juga bahan bakar kereta berasal dari luar negeri yang transaksinya menggunakan dolar AS.

"Kalau pengenaan tarif dengan alasan dipengaruhi dolar, itu setuju, karena memang 95% sarana dan prasaran kereta api itu impor," ungkap Sugeng saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (25/6/2014).

Sugeng menambahkan sarana dan prasana yang harus diimpor tersebut juga menjadi alasan KAI sulit untuk mengembangkan bisnisnya.

"Sekarang begini, Indonesia apa bisa bikin rel kereta? Tidak kan, ya sudah, memang selama ini pengadaan sarana dan prasarana itu dipengaruhi nilai tukar. Tapi untuk jelasnya gimana saya belum tahu, jadi saya belum bisa berkomentar banyak soal itu," katanya.

Sebelumnya, transaksi pembayaran tiket untuk angkutan pesawat dan kereta api di Indonesia diusulkan berbasis dolar AS. Hal itu dimaksudkan agar perusahaan-perusahaan penyedia layanan tersebut tidak merasa dirugikan setiap kali ada gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Kereta dan pesawat terbang itu investasinya pakai dolar, ya harusnya tarif pakai dolar, kalau bus investasi menggunakan rupiah jadi ya lebih pantas kalau ditarik pakai rupiah," ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Suroyo Alimoeso.

Tidak hanya itu, usulan penerapan tarif menggunakan dolar AS juga bisa menciptakan persaingan bisnis yang adil tanpa harus berebut calon penumpang. "Sekarang tiket Jakarta-Surabaya. harganya Rp 250 ribu naik pesawat, kalau naik kereta harganya segitu juga, itu kan saling membunuh," tegasnya.

Suroyo melanjutkan, jika memang usulannya tersebut tidak diterapkan atau transaksi pembayaran tiket masih menggunakan rupiah, maka nilai tarif yang berlaku seharusnya disesuaikan dengan tarif secara internasional. Cara seperti itu juga diterapkan di beberapa negara lain. (Yas/Gdn)