Sukses

Setelah Mati Suri 15 Tahun, Djakarta Lloyd Mampu Bangkit

Djakarta Lloyd telah melakukan restrukturisasi utang dengan nilai Rp 1,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah mati suri selama 15 tahun, PT Djakarta Lloyd (Persero) akhirnya dapat menjalankan kembali bisnis pengoperasian kapal laut. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mentargetkan tahun ini perusahaan sudah dapat mencetak laba.

Menteri BUMN Dahlan Iskan menjelaskan, perjuangan yang dilakukan oleh manajemen Djakarta Lloyd patut diacungi jempol. Menurut Dahlan, Direktur Utama Djakarta Lloyd, Arham Sakir Torik, patut mendapat apresiasi karena berhasil membangkitkan kembali perusahaan yang telah terpuruk selama bertahun-tahun.

"Kami menghargai Djakarta Lloyd yang baru saja keluar dari keterpurukannya. Djakarta Lloyd sudah lebih dari 15 tahun kesulitan luar biasa. Tapi sekarang secara keuangan sudah sehat lagi, secara perusahaan harus mulai lari lagi," ungkapnya saat ditemui di Kantor Pusat PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Jakarta, Kamis (26/6/2014).

Menurut Dahlan, salah satu langkah besar yang mampu dilalui oleh Djakarta Lloyd adalah melakukan restrukturisasi utang dengan nilai Rp 1,3 triliun. Utang tersebut saat ini sudah berhasil dikonversi dalam bentuk saham.

Dalam restrukturisasi tersebut, kreditur Djakarta Lloyd  mendapat jatah saham perusahaan. Namun, Djakarta Lloyd tetap membayar utang tersebut yang dimulai lima tahun nanti dengan jangka waktu selama 18 tahun.

Untuk melanjutkan bisnis pengoperasian kapal, saat ini Djakarta Lloyd sudah menjadi kepercayaan PT PLN (Persero) untuk menjadi perusahaan pengangkut dan penyalur batu bara di beberapa pembangkit di wilayah Indonesia.

"Sekarang misalnya untuk operasional perusahaan sudah berjalan, tinggal gaji karyawan selama ini menunggu penjualan aset gedung Djakarta Lloyd," jelas Dahlan.

Kementerian BUMN sendiri mentargetkan pada laporan keuangan 2014 ini perusahaan sudah dapat mencetak laba.

Namun, Dahlan melanjutkan, terdapat masalah lama yakni empat kapal Caraka yang dulu dibeli oleh pemerintah dan diberikan ke Djakarta Lloyd. Saat ini, aset tersebut belum bisa dibekukan karena belum dipisahkan sebagai penyertaan pemerintah kepada Djakarta Lloyd.

"Nah, ini yang membebani perusahaan karena kapal ini tidak bisa digunakan lagi, sudah tidak bisa dipakai tetapi harus dirawat kemudian nilainya harus dibukukan," pungkas Dahlan. (Yas/Gdn)