Sukses

Menkeu: Singapura Tak Terima Mata Uang Asing, Kenapa RI Tidak?

Pemerintah dapat mengendalikan maraknya transaksi dolar Amerika Serikat (AS) kepada perusahaan pelat merah.

Liputan6.com, Jakarta Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penggunaan Rupiah di Lingkungan Indonesia terus disosialisasikan sejak tahun lalu.
 
Namun faktanya, payung hukum tersebut hanya seperti kertas tanpa realisasi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menjadi contoh untuk mulai bertransaksi dengan mata uang rupiah dalam setiap kegiatan ekonominya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, pemerintah dapat mengendalikan maraknya transaksi dolar Amerika Serikat (AS) kepada perusahaan pelat merah. Sebab BUMN berada di bawah pemerintah.

"Jadi karena pemiliknya pemerintah, kalau kita menugaskan penggunaannya dalam rupiah tentu bisa kita lakukan. Tapi butuh waktu lah," ucap dia kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (27/6/2014).

Chatib mengaku, pihaknya sejak lama telah berkoordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Menteri BUMN Dahlan Iskan agar perusahaan pelat merah dapat menjalankan aturan tersebut.

"Makanya Pak Chairul Tanjung dan Pak Dahlan harus jadi lead karena BUMN kan ada di bawah Pak Dahlan. Minimal di Pelabuhan dulu supaya bisa transaksi pakai rupiah. Kalau swasta kan, kita susah untuk memerintahkan walaupun itu amanah UU dan yang paling bisa ditangani memang BUMN karena jelas bisa dimonitor," tambah Chatib.

Sementara untuk sanksi dari pelanggaran transaksi tersebut, dia meminta agar mengacu pada UU Nomor 7/2011. "Aturannya sudah jelas kok, nggak perlu lagi aturan baru. Tinggal diimplementasikan saja," sambungnya.

Chatib menjelaskan, transaksi dolar AS marak di Indonesia, namun dilarang di negara lain. "Di Singapura bisa nggak kamu bayar pakai rupiah atau dolar AS? Nggak bisa kan. Saya saja kalau pergi ke mana-mana, nggak ada yang mau terima mata uang asing. Jadi nggak ada alasan, jika di luar bisa kenapa kita nggak bisa," tegas dia. (Fik/Nrm)