Liputan6.com, Jakarta - PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV), suatu badan usaha yang terdaftar di Belanda, mengajukan gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah Indonesia terkait larangan ekspor yang diterapkan di Tanah Air.
Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengaku telah melaporkan pengajuan tuntutan PTNNT ke arbitrase ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bagaimana ekspresi Presiden SBY saat mendengar laporan tersebut?
Chairul bercerita dirinya telah melaporkan gugatan Newmont tersebut saat Sidang Kabinet terbatas yang tadi pagi di Istana Negara. Mendengar laporan tersebut, menurut dia, Presiden SBY hanya melemparkan senyum.
"Kami laporkan Pak Presiden senyum saja dan kebetulan ada Menteri Hukum dan HAM jadi kami bahas sebentar," kata Chairul di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Pria yang akrab disapa CT tersebut mengaku mendapat telah menerima surat resmi soal gugatan tersebut dari Newmont. Dalam surat tersebut, Newmont beralasan langkah itu diambil guna melindungi pemegang saham.
Chairul mengaku kecewa atas pengajuan tuntutan tersebut. Pasalnya keputusan Newmont diambil masih dalam kondisi renegosiasi Kontrak Karya. Dirinya pun menilai Newmont tidak memiliki itikad baik dalam renegosiasi.
"Tapi Intinya satu pertama adalah saya kecewa kepada Newmont, karena ini tahap negosiasi tapi tiba-tiba mengajukan ke abritrase, kecuali sudah deadlock. Lagipula beberapa poin renegosiasi itu sudah kita sepakati permasalahanya. Saya melihat Newmont tidak menunjukan itikad baik ke negara" tuturnya.
Chairul menyatakan pemerintah Indonesia siap menghadapi gugatan yang diajukan Newmont karena pemerintah tidak ingin melanggar amanat Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
Advertisement
"UU itu dibuat untuk ditaati, bukan untuk dilanggar. Karena itu kita meminta perusahaan yang ada. jangankan perusahanan, bahkan presiden dan menteri sekalipun harus taat terhadap UU, apalagi pengusaha," jelas dia. (Pew/Ndw)