Liputan6.com, Pontianak - Pemerintah Daerah Kalimantan Barat diminta ikut memperhatikan keluhan nasib ribuan petani tebu dalam negeri yang sering mengeluhkan harga gula dalam negeri rendah. Hal itu akibat beredarnya gula impor rafinasi di masyarakat saat stok gula dalam negeri berlebihan.
"Harusnya ada kesadaran dan koordinasi antar kepala daerah, sehingga ketahanan pangan dalam negeri jangan sampai hancur oleh pemain kartel gula impor rafinasi yang menginginkan petani dan pabrik gula dalam negeri abruk gulung tikar," jelas Koordinator Tim Investigasi DPRD Kota Pontianak, Harry Daya di Pontianak Kamis (3/7/2014) kepada sejumlah media.
Ia menilai, Pemerintah pusat jangan semena-menanya membuka kran impor gula padahal stok gula dalam negeri berlebihan. Menurut Harry, lembaga hukum seperti polisi, kejaksaan, dan KPK harus masuk ke ranah ini, sebab sudah sangat merugikan negara.
Masuknya ribuan ton gula impor asal Thailand ke Kalimantan Barat baru- baru ini yang diprakarsai Bulog dan perusahaan Agro Abadi, menunjukan pemerintah tidak perpihak kepada petani dan pabrik dalam negeri.
"Sudah sangat keterlaluan. Tahun 2009 Agro Abadi dan Bulog pernah tertangkap basah di gudang Agro Abadi terdapat ribuan karung beras Bolog yang dicuci kemudian dimasukan ke karung bermerk tapi kasusnya tidak tuntas," kata dia.
"Di saat Kalimantan Barat sedang berjuang memberantas gula ilegal dari perbatasan Malaysia agar ketahanan pangan bangsa ini jangan sampai hancur, kok Bulog bersama Agro Abadi justru memasarkan gula impor asal Thailand dalam jumlah besar ke Kalbar. Harusnya Bulog mengambil gula produk dalam negeri, bukan impor. Bulog harus diperiksa, sebab impor itu diperbolehkan jika provinsi atau daerah dalam keadaan krisis gula atau harga gula meroket tinggi, dan tidak boleh penunjuk satu perusahaan, agar harga bisa terkendali," lanjutnya.
Saat ini petani tebu di Jawa dan Sumatra sedang mengeluh dan teriak akibat merembesnya gula impor asal Thailand khusus industri atau gula rafinasi beredar luas di pasaran dan masyarakat.
Melalui siaran persnya, Ketua Asosisasi Petani Tebu Rakyat Pabrik Gula Semboro Jember Jawa Timur, Yeyek Sugianto mengatakan, kondisi impor gula rafinasi yang merembes masuk ke daerah daerah tentu sangat merugikan petani. Hal itu karena harga pokok produksi gula petani sekitar Rp 9.500 per kilo gram (kg).
"Ini awal kebangkrutan petani. Pedagang tidak mau membeli gula ke petani dengan harga mahal, apalagi sisa musim giling 2013 juga masih menumpuk di gudang pabrik gula dan gudang pedagang. Gula rafinasi hanya boleh untuk kebutuhan industri makanan dan minuman tapi kenyataannya beredar langsung ke masyarakat," kata Yeyek. (Raden AMP/Ahm)
Advertisement