Sukses

Aturan Tak Jelas Bikin Perusahaan Enggan Transaksi Pakai Rupiah

Selama ini perusahaan-perusahaan tersebut sulit melakukan transaksi dengan menggunakan rupiah karena belum ada peraturan yang jelas.

Liputan6.com, Jakarta - Keinginan pemerintah menjalankan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, di mana seluruh kegiatan ekonomi wajib menggunakan rupiah dan bukan lagi dengan dolar AS seperti yang selama ini terjadi dalam transaksi, dinilai harus bermula dari perusahaan-perusahaan BUMN.

"Sekarang harus dijalankan, dikasih masa transisi 3 bulan. Harus dimulai dari BUMN seperti Pertamina, Pelindo, Angkasa Pura, dan bank-bank BUMN," ujar Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Selasa (15/7/2014).

Dia mengatakan, selama ini perusahaan-perusahaan tersebut sulit melakukan transaksi dengan menggunakan rupiah karena belum ada peraturan yang jelas terutama terkait transaksi lindung nilai valuta asing atau hedging.

Hidayat menjelaskan, selama ini kerugian akibat current exchange lost dari hedging selalu dianggap sebagai kerugian negara. Hal ini yang ditakutkan perusahaan-perusahaan BUMN yang ingin menggunakan rupiah dalam transaksinya.

"Sekarang diatur oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) kalau itu bukan kerugian negara. Itu semua bisa menggunakan hedging yang diatur melalui peraturan BPK, sehingga kerugian hedging itu bukan kerugian negara, itu intinya. Dan dia (BUMN) harus melakukan hedging supaya nilai lindungnya ada," tandas dia.

Sebelumnya, BPK memastikan aturan terkait hedging untuk perusahaan BUMN ini akan segera diterbitkan. Aturan yang telah disingkronisasikan tersebut menyebutkan bahwa sepanjang akuntabel dan sesuai dengan perundang-undanga, biaya yang muncul seperti rugi kurs akibat hedging tidak dikatergorikan sebagai kerugian negara. (Dny/Nrm)

Video Terkini