Liputan6.com, New York - Bukannya mendulang untung, keputusan perusahaan makanan global Quaker Oats untuk membeli bisnis minuman Snapple justru berbuah bencana.
Semua kerugian tersebut berawal saat Quaker Oats bermimpi mengulang keberhasilan usai sukses memasarkan minuman bermerek Gatorade dan membuatnya sangat populer.
Keberuntungan serupa ternyata tidak berada di Snapple. Pada 1994, sejumlah analis di Wall Street telah memberikan peringatan pada Quaker Oats untuk tidak mengakuisisi Snapple.
Advertisement
Perusahaan sereal gandum yang telah berdiri sejak 1877 itu ternyata mengabaikan peringatan tersebut dan tetap membeli Snapple. Bahkan harga belinya jauh lebih tinggi dari standar Snapple yang saat itu memang tengah sangat goyah.
Setelah bekerja keras untuk memajukan Snapple, Quaker Oats akhirnya malah menelan pengalaman pahit. Snapple sama sekali tidak berkembang dan membuat Quaker Oats mengangkat bendera putih atas pengelolaannya.
Apa tindakan Quaker Oats setelah mengetahui keputusannya merupakan bencana bagi perusahaan?. Berikut kisah pahit Quaker Oats setelah mengambil keputusan mengakuisisi Snapple seperti dikutip dari New York Times, Los Angeles Times, Investopedia dan sejumlah sumber lainnya, Selasa (15/7/2014):
Putuskan beli Snapple yang goyah
Mengabaikan peringatan para analis, Quaker Oats malah mengakuisisi perusahaan minuman Snapple dengan harga sangat tinggi. Meski harga perusahaan tersebut seharusnya hanya berada di kisaran US$ 1 miliar, tapi Quaker Oats mengakuisisinya seharga US$ 1,7 miliar.
Perusahaan sereal gandum itu sangat tertarik karena Snapple pernah menjadi pionir yang sangat sukses di pasar minuman teh dan jus buah. Sayangnya, penjualan Snapple semakin lama semakin merosot.
Belum lagi, beberapa pendatang baru seperti teh Arizona ditambah PepsiCo dan CocaCola yang tengah memanas memperketat persaingan industri minuman. Keputusan tersebut bertambah buruk saat Quaker mengambil tindakan lanjutan untuk mengelola bisnis Snapple sendiri.
Advertisement
Keputusan salah bermula dari
Quaker membuat keadaan semakin buruk saat memutuskan menjalankan perusahaan secara independen dan melanggar aturan dasar merger serta akuisisi.
Seluruh proses distribusi lantas dilakukan sendiri tanpa memiliki keterampilan yang tepat dibidangnya.
Kala mengakuisisi perusahaan, hanya sedikit karyawan Snapple yang tersisa dan masih bergabung di Quaker. Sayangnya, perusahaan tersebut tak bisa bertahan di tengah persaingan industri minuman yang sangat ketat.
Proses pemasaran yang dilakukan juga tidak berjalan cukup mulus. Sejumlah analis industri secara tegas mengkritik aksi Quaker karena kesalahan pemasaran yang dilakukannya.
Mengingat proses distribusi yang buruk, para distributor kehilangan aksesnya untuk mempromosikan produk-produk Snapple ke supermarket besar dan sejumlah toko. Sementara, Gatorade berhasil memanfaatkan seluruh celah tersebut.
Akhirnya jual Snapple
Quaker sangat terkejut melihat tawarannya akan sejumlah produk Snapple ditangguhkan supermarket besar. Proses distribusi berjalan sangat buruk dan pasokan barang mulai menumpuk tak terjual.
Dalam kondisi tersebut, Quaker memecat seluruh pegawai Snapple yang tersisa. Tak hanya itu, sejumlah sponsor hebat bahkan dibiarkan berlalu dari Snapple yang saat itu hanya dikelola Quaker.
Pada 1996, seluruh produk minuman Snapple yang tidak laku dibagikan secara gratis di jalanan. Bahkan angka penjualan produk Snapple terus ambruk.
Quaker lantas melambaikan bendera putih dan menjual merek minuman tersebut pada Triarc senilai US$ 300 juta. Jumlah tersebut tiga kali lipat lebih rendah dari harga berlinya. Hanya dalam dua tahun, Quaker harus merelakan uang yang telah dirogohnya senilai US$ 1,4 miliar. (Sis/Nrm)
Advertisement