Liputan6.com, Jakarta - Masih maraknya peredaran produk palsu di Indonesia tidak hanya merugikan masyarakat sebagai konsumen tetapi juga negara dalam hal penerimaan pajak.
Hasil survei yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) memperkirakan, kerugian perekonomian akibat produk palsu dalam produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 65,1 triliun. Jumlah ini meningkat dari angka kerugian sebelumnya yang sebesar Rp 43,2 triliun pada survei tahun 2010.
"Ini dapat diartikan bahwa secara nominal pemalsuan di Indonesia meningkat hampir 1,5 kali lipat dalam periode waktu lima tahun," ujarnya Ketua MIAP Widyaretna Buenastuti di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Selain itu, akibat pemalsuan tersebut para pekerja juga berpotensi kehilangan gaji sebesar Rp 3 triliun serta pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak tidak langsung sekitar 424 miliar.
Dari angka kehilangan pajak tersebut, produk makanan dan minuman menjadi penyumbang kehilangan paling besar yaitu mencapai Rp 155,1 miliar, pakaian dan barang dari kulit sebesar Rp 191,9 miliar, obat-obatan dan kosmetika sebesar Rp 42 miliar serta software dan tinta sebesar Rp 35,6 miliar.
"Potensi kehilangan pendapatan pemerintah ini dapat lebih besar lagi karena belum memperhitungkan pajak langsung seperti pajak penghasilan dari gaji serta pajak penghasilan perusahaan," tandasnya. (Dny/Ndw)
RI Rugi Rp 424 Miliar Gara-gara Peredaran Produk Palsu
Produk makanan dan minuman menjadi penyumbang kehilangan paling besar yaitu mencapai Rp 155,1 miliar.
Advertisement