Liputan6.com, Jakarta - Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi hasil laut sangat besar terutama ikan. Namun sayang, potensi tersebut belum mampu memberikan kesejahteraan bagi para nelayan lokal.
Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza Damanik mengatakan sebenarnya akar persoalan kemiskinan pada nelayan lokal ini bersumber pada tiga hal.
Pertama, ketimpangan pemanfaatan sumber daya ikan dimana dari 2,8 juta nelayan kecil di Indonesia, 90 persen hanya membawa pulang rata-rata 2 kg ikan per hari.
Jika ikan tersebut dijual ke pasar, maka penghasilan nelayan tersebut rata-rata hanya berkisar antara Rp 20 ribu-Rp 30 ribu.
"Ini bukan karena di laut tidak ada ikan, tetapi karena minimnya tangkapan ikan nelayan ini disebabkan oleh tidak efektifnya instrumen negara bekerja di laut. Ini karena negara membiarkan kapal-kapal berbobot besar bebas menangkap ikan di perairan kepulauan atau beroperasi kurang dari 12 mil laut dari garis pantai," ujarnya di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2014).
Riza menjelaskan, sebanyak 99,5 persen armada ikan Indonesia termasuk kapal berbobot 30 GT-100 GT yang beroperasi di perairan kepulauan. Sedangkan hanya 0,5 persen sisanya yang berani berhadapan dengan kapal-kapal ikan sing di Zona Ekonomi Ekslusif.
"Faktor yang memberikan pengaruh lainnya seperti kualitas lingkungan laut yang terus menurun dan cuaca yang semakin ekstrim," lanjutnya.
Kemudian kedua, tidak terpenuhinya hak-hak dasar keluarga nelayan dan petambak, seperti para nelayan di kawasan Marunda, Jakarta Utara.
Baca Juga
Meski berada di ibukota, namun pemerintah masih belum memberikan perlindungan kepada keluarga nelayan secara layak.
"Mulai dari ketidaklayakan fasilitas kesehatan dan pendidikan, sulitnya mendapatkan air bersih hingga kondisi pemukiman dan lingkungan perairan yang buruk," jelasnya.
Dan faktor ketiga yaitu kuatnya arus liberalisasi dimana pada akhir 2015 Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN dan komoditas perikanan telah menjadi 1 dari 12 sektor prioritas pasar tunggal tersebut.
"Jika terlambat berbenah, laut Indonesia segera dibanjiri nelayan asing dan semakin banyak produk perikanan impor dari Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia," tandas dia. (Dny/Nrm)
Advertisement