Sukses

Kelanjutan Operasi MAS Andalkan Bantuan Pemerintah Malaysia

Tahun ini tampak menjadi waktu yang sangat tragis bagi Malaysia Airlines.

Liputan6.com, Kuala Lumpur Tahun ini tampak menjadi waktu yang sangat tragis bagi Malaysia Airlines. Hanya dalam waktu kurang dari lima bulan, dua armada Malaysian Airlines terkena musibah besar yang membuat pemerintah setempat harus menggelontorkan dana demi menyelematkan kelanjutan operasi maskapai tersebut.

Mengutip laman CNN Money, Sabtu (19/7/2014), pesawat MAS bernomor penerbangan MH17 ambruk terbakar setelah ditembak rudah di zona perang Ukraina dan menyebabkan 295 penumpangnya tewas seketika. Insiden tragis ini terjadi hanya sekitar empat bulan setelah pesawat MH370 yang mengangkut 239 penumpang hilang dan belum ditemukan hingga saat ini.

Meskipun rincian kejadian masih belum terungkap, pemerintah Ukraina yakin pesawat tersebut ditembak jatuh dan bukan karena kesalahan mesin.

Perusahaan penerbangan Malaysia itu kini harus menanggung akibat dari dua bencana yang menimpa armadanya tersebut. Malaysian Airlines kini menghadapi gugatan yang sangat mahal dan tuntutan jutaan dolar sebagai uang santunan bagi keluarga penumpang yang ditinggalkan.

Namun kondisi Malaysia Airlines saat ini jelas tidak memungkinkan pihaknya untuk membayar semua kerugian. Kesulitan finansial yang mencekik perusahaan sejak tahun lalu ditambah hilangnya MH370 membuat perusahaan semakin terjerembab dalam jurang finansial.

Para analis mengatakan, masa depan perusahaan kini tergantung pada negara keuangannya. Selain itu, kelanjutan operasi Malaysia Airlines juga tergantung pada keputusan pemerintah untuk mengeluarkan dana membantunya keluar dari bencana finansial tersebut atau tidak.

Malaysia Airlines telah menghadapi persaingan bisnis yang sangat ketat dalam beberapa tahun terakhir. Persaingan terbesar khususnya datang dari AirAsia yang menawarkan tiket dengan harga sangat murah.

Perusahaan telah lama mencoba meningkatkan pendapatannya dengan menjual lebih banyak tiket dan menjaga biaya operasional tetapa di bawah kendali. Bahkan beberapa kali perusahaan membatalkan penerbangan jangka panjang demi efisiensi biaya.

Namun strateginya belum berhasil mengingat pihaknya kini menanggung kerugian hingga US$ 1,3 miliar. (Sis/Ndw)