Sukses

Hadapi Lebaran, Penjualan di Mal Tergerus

Kenaikan penjualan hanya konservatif karena masyarakat mengeluarkan cicilan utang barang konsumsi lebih besar.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyatakan, penjualan toko ritel di pusat perbelanjaan mengalami kenaikan konservatif pada Lebaran tahun ini. Penyebabnya karena masyarakat mengurangi porsi belanja karena cicilan utang.

Ketua Umum APPBI, Handaka Santosa mengungkapkan, penjualan toko atau ritel di pusat perbelanjaan seluruh Indonesia hanya mampu bertumbuh 10 persen pada Lebaran 2014 dibanding tahun lalu.

"Kenaikan ini cukup konservatif, karena tahun lalu peningkatan bisa mencapai 15 persen dari periode 2012. Kondisinya bukan melambat, karena masih ada peningkatan bukan negatif," ungkap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Selasa (29/7/2014).

Lebih jauh Handaka menjelaskan, kondisi ini diakibatkan karena masyarakat mengeluarkan porsi lebih besar dari gajinya untuk membayar cicilan utang yang membengkak karena kenaikan bunga pinjaman.

"Tingginya bunga pinjaman menyebabkan angsuran lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, baik membayar angsuran motor, mobil, atau rumah dan apartemen dari gaji yang diterima. Sehingga budget untuk belanja ke ritel jadi lebih kecil," katanya.

Pertumbuhan konservatif tersebut, menurut dia, terjadi di pusat perbelanjaan kelas menengah ke bawah. "Memang kondisinya terasa lebih berat di pusat belanja kelas menengah dan bawah," keluh Handaka.

Dia menyebut, saat malam menjelang Lebaran, toko ritel di pusat-pusat belanja mayoritas membuka jam operasional dari pagi hingga pukul 20.00 WIB. Sedangkan pada hari Lebaran, toko ritel buka mulai jam 12.00 WIB karena untuk memberi kesempatan para karyawan melaksanakan sholat Idul Fitri.

"Dan di hari kedua Lebaran ini, pusat-pusat belanja akan menggelar lapak seperti biasa, dari pukul 10.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB," terangnya. Handaka berharap, untuk menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi, pemerintah perlu terus menjaga inflasi. (Fik/Ahm)

 

Video Terkini