Sukses

Proyek LNG Tangguh Dapat Persetujuan Amdal dan Izin Lingkungan

Ini merupakan pencapaian yang sangat penting bagi Proyek Pengembangan Tangguh LNG.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah menyetujui AMDAL Terpadu Proyek Pengembangan Tangguh LNG dan telah menerbitkan Izin Lingkungan (IL).

AMDAL termasuk komitmen-komitmen lingkungan dan sosial Tangguh. Ini juga memuat peran dari pemerintah daerah dan pusat. Persetujuan ini merupakan syarat agar kegiatan proyek di lokasi Tangguh dapat dimulai.

Christina Verchere, BP Regional President Asia Pacific dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/8/2014) mengatakan, ini merupakan pencapaian yang sangat penting bagi Proyek Pengembangan Tangguh LNG.

Dia pun menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Lingkungan Hidup, beserta Pemerintah Provinsi Papua Barat, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni dan Pemerintah Kabupaten Fakfak atas daya upaya dan kerjasamanya dalam mencapai keberhasilan ini.

"Kami berharap dapat segera menerima persetujuan penting lainnya sehingga kami dapat melaksanakan proyek yang akan memberi manfaat besar bagi Indonesia ini,” kata dia.

LNG Tangguh di Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat, merupakan fasilitas gas alam cair (LNG) terbesar ketiga di Indonesia dan merupakan kegiatan operasi LNG pertama di Indonesia yang memadukan kegiatan hulu dan hilir.

Kegiatan operasional yang sudah ada terdiri dari dua kilang pemrosesan LNG (Train 1 dan 2) dengan kapasitas produksi 7,6 juta ton per tahun (mtpa).

Rencana pengembangan dengan penambahan kilang LNG ketiga (Train 3) pada kegiatan operasional yang sudah ada akan meningkatkan total kapasitas produksi menjadi 11,4 mtpa.

Proyek pengembangan US$12 milyar ini akan memberi nilai tambah yang cukup besar bagi pemerintah Indonesia dan akan membantu memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.

Sebagai bagian dari proyek pengembangan Tangguh, BP dan mitra-mitranya akan memasok 40 persen dari output Train 3 (1,5 mtpa) kepada PT. PLN (Persero) untuk pasar domestik Indonesia.

Beberapa persetujuan penting lain, yang kini masih dalam proses, dibutuhkan agar proyek pengembangan ini dapat meneruskan perencanaan, desain dan pengadaan barang dan jasa. (Nrm)