Liputan6.com, Kuala Lumpur - Para investor yang tengah membenamkan mayoritas modalnya di sejumlah negara berkembang diminta untuk mulai berhati-hati. Itu lantaran pertumbuhan di negara-negara berkembang diprediksi mengalami perlambatan tahun ini.
Seperti dikutip dari laman Thestar.com, Senin (4/8/2014), laporan IMF menunjukkan, angka pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia termasuk Indonesia diprediksi mengalami perlambatan rata-rata hingga 5% dalam lima tahun ke depan. Bandingkan dengan perlambatan sebesar tujuh persen yang terjadi pada 2008 saat krisis finansial global melanda.
Baca Juga
Perlambatan pertumbuhan tersebut diprediksi dapat mengancam stabilitas ekonomi di negara-negara berkembang. Akibatnya, pemulihan ekonomi di negara-negara maju ikut terganggu.
Advertisement
"Negara-negara berkembang sejauh ini tercatat menguat kembali setelah dihantam dampak penarikan dana stimulus The Fed tahun lalu. Tapi saat ini, kekhawatiran akan langkah The Fed menaikkan suku bunganya mulai membayangi negara berkembang," ungkap Kepala Ekonom Institute of International Finance Charles Collyns.
IMF bahkan mengungkapkan, setelah mencapai stabilitas finansial, negara-negara berkembang dapat mengalami penderitaan panjang akibat gangguan ekonomi tertentu.
Para investor diminta untuk lebih waspada terhadap dampak pengetatan kebijakan ekonomi di Amerika Serikat dan negara manapun.
Seperti biasanya, pendapatan yang besar secara tiba-tiba dipercaya akan selalu diikuti dengan penarikan yang mendadak juga.
Sejauh ini, sejumlah perusahaan minyak gas dan mineral khususnya para produsen ramai-ramai memulai penawaran saham perdana pada masyarakat.
Padahal, saat ini banyak perusahaan di Indonesia, China, dan Malaysia di bidang perkapalan, pangan dan pertanian dan real estate yang tengah disasar para investor dari Singapura.
Maklum saja, Singapura dan negara-negara di Asia Tenggara merupakan wilayah yang penuh pesona di mana kerjasama bisnis tampak menggiurkan.
Meski demikian, mengingat banyaknya kasus dan peristiwa ekonomi yang terjadi, para investor harus mulai menyadari pentingnya berbisnis dengan lebih hati-hati. (Sis/Nrm)