Sukses

Garap Kereta Cepat, Pemerintah Ogah Terikat Dengan Jepang

Pemerintah menghindari pinjaman yang dapat memberatkan bangsa ini ke depan, baik dari suku bunga sampai persyaratan yang mengikat.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT) mengaku pemerintah menolak perjanjian mengikat antara Indonesia dengan Jepang untuk menggarap  pembangunan kereta super cepat atau Shinkansen. Salah satunya dengan bentuk penegasan terhadap pendanaan proyek sekitar Rp 150 triliun.

Jepang, katanya, menawarkan bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan studi kelayakan atau feasibility study (FS) sekaligus pembiayaan proyek kereta super cepat.

"Saya sudah minta di dalam rapat percepatan infrastruktur dengan staf, Jepang ingin memberikan bantuan buat FS kereta super cepat rute Jakarta-Bandung-Surabaya. Tapi mengikat, artinya bantu FS, juga financing dan lainnya," papar dia di kantornya, Jakarta, Selasa (5/8/2014).

Namun tawaran itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Chairul Tanjung. Dia membuka kesempatan bagi Jepang untuk membantu realisasi kereta berkecepatan 300 kilometer per jam itu, tapi dengan catatan.

"Tendernya harus internasional. Ini salah satu contohnya bahwa kami tidak pernah mau diikat. Paling tidak selama saya menjadi Menko Perekonomian. Saya tidak mau pengikatan, karena seperti tersandera oleh negara lain atau institusi internasional," tegasnya.

Chairul mengimbau agar pemerintah menghindari pinjaman yang dapat memberatkan bangsa ini ke depan, baik dari suku bunga sampai persyaratan yang mengikat.

Sebelumnya, pemerintah Jepang ingin memberikan dana hibah untuk melakukan studi kelayakan kereta api jalur Jakarta-Bandung ini senilai Rp 150 miliar.

Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dedy Priyatna, pemerintah Jepang mengalokasikan dana hibah untuk pelaksanaan FS pembangunan kereta api Shikansen selama dua tahun sebesar US$ 15 juta atau Rp 150 miliar.

"Untuk FS kereta api Jakarta-Bandung saja mereka (Jepang) kasih US$ 15 juta dolar. Jarang-jarang ada yang memberi segitu, biasanya paling US$ 1 juta atau US$ 500 ribu," ungkap dia.

Dengan pemberian cukup banyak ini, tambah Dedy, pantaslah bila pemerintah Jepang dalam hal ini konsultan penggarap FS kereta api super cepat Shikansen meminta kepastian pemerintah Indonesia bahwa proyek ini akan berjalan dengan lancar, meski ada pemerintahan baru di tahun ini paska pemilu.

Konsultan yang dipercaya melakukan FS antara lain, Japan International Consultant for Transportation, Yachiyo Engineering Co. Ltd, Oriental Consultant, Mitsubishi Research Institute dan Nippon Koei Co. Ltd.

Sementara Deputi Menteri Perekonomian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Lucky Eko Wuryanto, mengakui kepastian ini sangat diharapkan pemerintah dan konsultan Jepang supaya tidak merugi seperti saat mereka menggarap FS proyek serupa di Vietnam.

"Mereka kan juga tidak mau sudah banyak kemajuan studi kelayakan tapi akhirnya batal. Ini yang pernah mereka alami di Vietnam, karena ganti pemerintahan maka ganti pula minat (proyek Shinkansen). Bikin rugi karena mereka punya hitungannya," jelas dia. (Fik/Gdn)