Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha menilai kebijakan pemerintah terkait pembatasan solar bersubdisi sebagai kebijakan yang salah. Seharusnya langkah pembatasan solar bersubsidi itu juga harus melalui keputusan Presiden.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah, M Natsir Mansyur.
"Kebijakan itu nggak bener, harusnya dicabut dulu itu kebijakannya. Ini kan BBM bersubsidi kaitannya dengan keputusan bangsa, tapi tiba-tiba keputusannya hanya dikeluarkan oleh BPH Migas dan Pertamina. Harusnya keputusan itu setingkat menteri atau presiden karena presiden bertanggungjawab sama APBN kita," ujar Natsir di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2014).
Menurut Natsir, akan lebih baik jika subsidi pada semua jenis BBM dicabut kemudian dilakukan direlaksasi bagi industri dan masyarakat agar tidak menimbulkan gejolak yang parah.
"Kami pahami bahwa subsidi ini akan habis, kami memaklumi tapi jangan kebijakannya sepenggal-penggal karena efek itu besar sekali seperti efek tsunami," lanjutnya.
Natsir mengungkapkan, kebijakan tidak hanya berdampak pada industri tetapi pada sektor transportasi dan kelautan.
"Semua pasti kena. (Industri) pasti terbebani, karena harga juga akan naik kira-kira 30 persen dari proses produksi. Belum lagi biaya distribusi, angkutnya, turunnya, muatnya. Jadi malah bisa lebih dari 30 persen," kata Natsir.
Selain itu, dia menilai kebijakan ini menjadi diskriminatif karena pembatasan hanya diberlakukan di wilayah tertentu dan penghapusan subsidi solar hanya berlaku di Jakarta Pusat.
"Ini menghasilkan perbuatan yang tidak adil, karena ada SPBU yang dpt ada juga yang tidak dapat. Itu kan terjadi kecemburuan, diskriminasi. Kebijakan ini bener-benar nggak tepat. Kalau perlu berhentikan itu Dirut (Direktur Utama Pertamina) Bu Karen (Agustiawan)," tegas dia.
Dia menyatakan akan lebih baik mencari solusi lain dari persoalan subsidi ini seperti untuk jangka pendek, angkutan yang menggunakan BBM bersubsidi harus terdaftar di Kementerian Perhubungan. Atau jika ingin dilakukan secara radikal maka anggaran subsidinya bisa langsung dihapuskan pada September mendatang ketika anggaran subsidinya sudah mencapai batas.
"Ini duit APBN kan hanya sampai September. Jadi subsidi itu hanya ada di Januari sampai September. Jadi semua kalkulasi harga barang itu dihitung berdasarkan dari subsidi minyak. Tetapi setelah September (karena tidak ada subsidi) perhitungan kalkulasi harga barang produksi, barang dan segala macem dihitung berdasarkan harga pasar. Jadi September sampai Desember kita tanpa subsidi," tandasnya. (Dny/Ahm)
Advertisement