Sukses

Pertamina dan PLN Diwanti Selesaikan Sengketa Solar Hari Ini

Sejak tahun lalu Pertamina mengalami kerugian atas penjualan solar ke PLN, karena menjual dengan harga yang tidak sesuai nilai keekonomian.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah ikut menyelesaikan perseteruan harga solar antara PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) dengan menggelar diskusi bersama kedua belah pihak.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan sejak tahun lalu Pertamina mengalami kerugian atas penjualan solar ke PLN, karena menjual dengan harga yang tidak sesuai nilai keekonomian.

"Kita rapatin saja membahas masalah suplai solar oleh Pertamina ke PLN memang sejak 2013 Pertamina mengalami kerugian. Jumlah tagihan ke PLN sesuai kontrak selalu lebih kecil dari cost Pertamina," kata Susilo di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (7/8/2014).

Sedangkan PLN, lanjut Susilo, tidak bisa membayar solar dengan harga sesuai keekonomian karena terbatasnya subsidi yang diberikan pemerintah.

"PLN juga tak bisa melakukan pembayaran kuota untuk BBM subsidi terbatas, meskipun mereka punya kontrak," tambah dia.

Menurut Susilo, permasalahan ini harus diakhiri dengan diskusi antara kedua belah pihak yang ditengahi pemerintah. Dia pun menargetkan kepada kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalahnya sore ini.

"Sore ini harus sepakat mengenai harga ini. Besok sudah harus ada surat melayang," pungkasnya.

Sebelumnya, PT Pertamina mengaku menanggung kerugian mencapai US$ 45 juta selama semester pertama 2014 karena menjual solar ke PT PLN tidak dengan harga keekonomian.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina. Hanung Budya mengatakan, Pertamina dan PLN melakukan jual beli solar dengan skeman Business to Business, masing-masing direktur utama kedua perusahaan pun sudah melakukan pembicaraan tentang harga jual solar.

"Satu semester kami sudah rugi 45 juta dolar. Gakboleh dong rugi. Sehingga keluarkan kebijakan pekan ini lakukan penjualan BBM harga keekonomian di wilayah tertentu. Kami mulai dari Medan, akukan bertahap," papar Hanung. (Pew/Nrm)