Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Airlines (Persero) sebagai salah satu maskapai di Indonesia tidak luput dari tekanan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Handrito Hardjoko mengungkapkan pelemahan rupiah menjadi sangat berpengaruh mengingat biaya operasional mayoritas menggunakan dolar.
"Memang pendapatan kita sebagian besar rupiah tapi operasional dolar, jadi setiap pelemahan 100 rupiah, efeknya itu ke kita US$ 10 juta-US$ 12 juta," ujar dia di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Jumat (8/8/2014).
Namun, Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar menambahkan penurunan kinerja keuangan Garuda ini hanya bersifat musiman mengingat hal itu selalu terjadi di semester 1 setiap tahun.
Emir optimis Garuda akan kembali on the track pada akhir tahun, di mana saat itu banyak orang melakukan perjalanan baik ke dalam negeri ataupun keluar negeri.
"Memang dari Januari hingga bulan Mei kemarin kita negatif, tapi sebenarnya sudah mulai terlihat baik di Juni. Saat itu kita sudah mulai positif, jadi kita lihat saja nanti sampai akhir tahun ini," tutur dia.
Dalam laporan keuangannya, maskapai yang memiliki kode emiten GIAA itu mencatat kerugian US$ 163,9 juta atau setara Rp 1,89 triliun ((kurs: Rp 11.561/US$) pada kuartal I 2014. Kerugian perseroan meningkat dari sebelumnya US$ 33,7 juta pada kuartal I 2013.
Rugi yang ditanggung Garuda disebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, masih tingginya harga bahan bakar dan meningkatnya kompetisi di pasar internasional.
Faktor lainnya yaitu investasi yang dilaksanakan Garuda Indonesia berkaitan dengan program pengembangan armada dan proses dan n pengembangan Citilink sebagai Low Cost Carrier yang beroperasi secara mandiri.
Sebenarnya dari sisi operasional, Garuda berkinerja cukup baik. Garuda mengantongi pendapatan operasi sebesar US$ 807,3 juta atau setara Rp 9,3 triliun (kurs: Rp 11.561/US$) sepanjang kuartal I 2014.
Angka ini relatif stabil jika dibandingkan pendapatan pada periode yang sama tahun lalu sekitar US$ 807,2 juta. (Yas/Nrm)