Sukses

Pecahkan Polemik Harga Solar, Wamenkeu Panggil Pertamina & PLN

Rapat penyelesaian perseteruan harga solar Pertamina dan PLN ini akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan memanggil pejabat Kementerian terkait serta manajemen PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) terkait sengketa harga solar. Rapat ini rencananya akan menuntaskan persoalan antara dua perusahaan pelat merah tersebut.

Dari pantauan Liputan6.com, Rabu (13/8/2014), sejak pukul 08.30 WIB sudah hadir Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan serta Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya.

"Ya benar (ada rapat Pertamina dan PLN). Saya yang memimpin rapatnya," ungkap Bambang saat ditemui wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta.

Senada, Askolani menegaskan rapat penyelesaian perseteruan harga solar Pertamina dan PLN ini akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan. "Rapatnya jam 9 pagi ini membahas soal solar," papar dia.

Sementara Hanung yang nampak terburu-buru memasuki lobi Kemenkeu masih bungkam terkait rapat hari ini.

Sebelumnya, Pertamina mengaku menanggung kerugian mencapai US$ 45 juta selama semester pertama 2014 karena menjual solar ke PT PLN (Persero) tidak dengan harga keekonomian.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina. Hanung Budya mengatakan, Pertamina dan PLN melakukan jual beli solar dengan skema Business to Business, masing-masing direktur utama kedua perusahaan pun sudah melakukan pembicaraan tentang harga jual solar.

"PLN ini kan B to B. Harus bersepakat harga jualnya. Tahun lalu dirut PLN dan dirut Pertamina sudah bertemu untuk bicarakan harga jual BBMnya. Karna harga sebelumnya Pertamina rugi," kata Hanung.

Hanung melanjutkan, dalam penentuan harga jual solar, PLN mengusulkan dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Pertamina sepakat atas usulan tersebut

"Kemudian Dirut PLN usulkan cari second opinion, yakni BPKP. Kami sepakat. Dirut PLN tulis surat ke BPKP minta hitungan beliau pada harga berapa yang layak antara pertamina dan PLN," tutur Hanung.

Namun menurut Hanung, PLN mengingkari harga yang telah ditetapkan BPKP, kedua perusahaan tersebut pun melakukan negosiasi namun tak menemukan jalan keluar.

Dalam kontrak yang ada, ada klausul jika kontrak baru belum bisa disepakati maka gunakan volume tahun lalu, 50 persen menggunakan formula harga kontrak yang lama. Kalusul tersebut sudah habis masa berlakukan sampai 24 Juni lalu. Sehingga setelah tanggal tersebut seharusnya Pertamina menjual dengan harga solar keekonomian. (Fik/Ndw)