Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, tingkat kesejahteraan petani di dalam negeri masih kurang memadai. Hal tersebut dinilai karena pendapatan dari hasil pertanian yang diterima oleh petani Indonesia tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, berdasatkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar petani (NTP) dari petani hingga saat ini belum mengalami perbaikan. Hal ini karena pendapatan hasil pertanian hanya mampu mencukupi kurang dari setengah dari kebutuhan hidup petani.
"Bisa dibayangkan para petani di perkebunan yang baik, itu pun hanya 39 persen dari pada kebutuhan hidupnya, (petani) beras itu 25 persen berarti 1/4, berarti 3/4 dari kehidupannya mesti cari dari yang lain. Artinya memang situasi dari pertanian ini sedang lesu, tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Karena separuh daripada kecukupan kehidupannya mesti dicari dari yang lain," ujarnya di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2014).
Sementara itu disisi lain, kebutuhan akan produk-produk pertanian dengan kualitas tinggi terus meningkat seiring dengan pertumbuhan masyakarat kelas menengah di Indonesia.
"Tetapi yang mesti kita lihat juga dengan tumbuhnya kelas menengah ini, ini juga ada tantangan baru daripada suplai. Jadi, ini juga menyebabkan pertumbuhan (permintaan) ini menjadi lebih kencang ke depannya," lanjutnya.
Menurut Lutfi, yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini adalah memperbaiki tingkat efisiensi dan produktivitas pertanian dengan pengembangan teknologi untuk sektor pertanian.
"Petani itu kan dia hanya bisa bertani dari subuh hingga magrib, tetapi hasilnya mesti lebih baik. Contohnya, rendemen gula, petani tidak bisa survive dengan rendemen gula seperti saat ini. Rendemen gula dimasa datang mesti ada dibilangan 9 persen hingga 10 persen, karena kalau tidak, tidak akan bisa," tandasnya. (Dny/Ndw)
Hasil Panen Cuma Cukup Untuk 39% Kebutuhan Petani
Tingkat kesejahteraan petani di dalam negeri masih kurang memadai.
Advertisement