Liputan6.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku telah berkali-kali mengurangi pemberian subsidi yang kurang efisien demi meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Meski demikian, SBY juga mengatakan, pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bukan hal yang dapat dilakukan dengan mudah.
"Pada 2012, pemerintah mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya untuk sektor kesehatan dan pelayanan masyarakat. Pada 2013, pemerintah kembali menaikkan harga BBM. Terakhir, pemerintah juga menaikkan tarif daftar listrik 2014," terangnya dalam paparan RAPBN 2015 dan Nota Keuangan di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat (15/8/2014).
SBY menerangkan, kebijakan pengurangan subsidi BBM memang memperoleh perlawanan politik dari sejumlah pihak. Dia menjelaskan pengambilan kebijakan tersebut dilakukan sesuai dengan rekomendasi berupa hasil audit BPK.
Untuk itu, dia meminta semua pihak agar dapat bekerja sama mengatasi pemberian subsidi yang kurang tepat sasaran.
"Diperlukan kerjasama agar subsidi yang diberikan menjadi tepat sasaran dan jumlah anggaran tidak melebihi angka kepatutannya," ujar dia.
Selain itu, SBY juga menghimbau adanya pengurangan program-program yang anggarannya dianggap kurang tepat sasaran. Dia mengatakan, pemerintah selayaknya mengedepankan belanja produktif dan pengembangan infrastruktur.
Dia juga memintah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar secara proaktif mencegah mengawasi perencanaan anggaran agar dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien baik di pemerintahan daerah maupun pusat.
"BPK dan KPK harus secara proaktif mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran. Saat ini, masih banyak kongkalingkong yang bisa merugikan negara di antara oknum pemerintah baik di daerah maupun di pusat," tegasnya. (Fik/Pew/Yas/Sis/Gdn)
SBY Akui Sulit Pangkas Subsidi BBM
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku telah mengurangi pemberian subsidi yang kurang efisien demi meningkatkan pelayanan pada masyarakat
Advertisement