Liputan6.com, Jakarta - Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015, pemerintah menganggarkan penyaluran subsidi energi sebesar Rp 363,54 triliun. Sebesar Rp 291,11 triliun untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), elpiji 3 kilogram (Kg) dan LGV. Sedangkan subsidi listrik dialokasikan Rp 72,42 triliun.
Dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dikutip di laporan Nota Keuangan dan RAPBN 2015, seperti ditulis Senin (18/8/2014), pagu anggaran subsidi BBM, BBN, elpiji 3 kg dan LGV dalam RAPBN tahun anggaran 2015 naik Rp 44,62 triliun dibanding alokasi anggaran di APBN Perubahan (APBN-P) 2014 yang dipatok Rp 246,49 triliun.
Peningkatan jumlah subsidi tersebut disebabkan karena beberapa hal. Antara lain, harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang diperkirakan sebesar US$ 105 per barel, nilai tukar rupiah sebesar Rp 11.900 per dolar Amerika Serikat (AS).
Faktor lainnya, yakni alpha BBM rata-rata Rp 766,4 per liter, volume konsumsi BBM subsidi diperkirakan mencapai 48 juta kiloliter serta konsumsi LPG ukuran 3 kg sebesar 5,766 metrik ton.
Adapun pokok-pokok kebijakan pemerintah pada tahun depan khususnya untuk menekan anggaran subsidi BBM, BBN dan elpiji, mencakup 10 hal. Pertama, meningkatkan efisiensi anggaran subsidi BBM dengan alokasi yang lebih tepat sasaran; Kedua, mengurangi penggunaan konsumsi BBM subsidi secara bertahap; Ketiga, melanjutkan pengendalian BBM bersubsidi (Permen ESDM No 1/2013).
Kebijakan keempat, melanjutkan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) terutama untuk angkutan umum di kota-kota besar. Kelima, mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan melalui konversi biofuel dan gas; Keenam, meningkatkan dan mengembangkan pembangunan jaringan gas kota untuk rumah tangga.
Ketujuh, meningkatkan pemakaian BBN; Kedelapan, meningkatkan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi melalui penggunaan teknologi; Kesembilan, meningkatkan peranan Pemerintah Daerah dalam pengendalian dan pengawasan BBM subsidi; serta Kesepuluh, mengendalikan subsidi dalam rangka menjaga ketahanan fiskal.
Sementara itu masih dari data Kemenkeu, alokasi anggaran subsidi listrik dalam RAPBN 2015 justru menurun Rp 31,39 triliun menjadi Rp 72,42 triliun dari APBNP 2014 sebesar Rp 103,82 triliun.
Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi ICP sebesar US$ 105 per barel, nilai tukar rupiah Rp 11.900 per dolar AS, penjualan tenaga listrik, susut jaringan sebesar 8,45 persen, campuran bahan bakar (fuel mix) dan margin usaha PT PLN sebesar 7 persen.
Meski sudah turun, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan fiskal terkait subsidi listrik, antara lain, Pertama, meningkatkan efisiensi anggaran subsidi listrik dan ketepatan target sasaran. Kedua, meningkatkan rasio elektrifikasi; Ketiga menurunkan susut jaringan; Keempat, menurunkan komposisi pemakaian BBM dalam pembangkit listrik; Kelima, meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Kebijakan keenam, meningkatkan pemakaian gas, energi baru dan terbarukan untuk mengurangi BBM; Ketujuh, pengembangan energi tenaga surya khususnya di pulau terdepan yang berbatasan dengan negara lain dan mengganti pembangkit listrik tenaga diesel di daerah terisolasi.
Kedelapan, melakukan pengawasan terhadap kegiatan investasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dan Kesembilan, melakukan transisi formulasi perhitungan subsidi listrik. Transisi dari cost plus margin menjadi performance based regulatory untuk meningkatkan akuntabilitas pemberian subsidi dan efisiensi PLN. (Fik/Ndw)