Sukses

Dakwaan Korupsi Pengadaan ATM Bank DKI Prematur

Kasus pengadaan pengembangan Jaringan Distribusi ATM Bank DKI tidak masuk ke dalam kasus tipikor seperti yang didakwakan oleh Jaksa.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan pengembangan Jaringan Distribusi Layanan ATM antara PT Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta (Bank DKI) dan PT Karimata Solusi Padu (KSP) menganggap dakwaan yang dituduhkan sangat mentah.

Kuasa Hukum, HM, Direktur Utama KSP, Rosita P. Radjah menjelaskan, kasus yang melibatkan antara kliennya dengan Bank DKI merupakan kasus perjanjian kerja sama. Oleh sebab itu, menurutnya, kasus tersebut tidak masuk ke dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor) seperti yang didakwakan oleh Jaksa.

"Karena perjanjian kerja sama maka harusnya masuk ke kasus perdata," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (20/8/2014).

Selain itu, lanjut Rosita, dakwaan yang dijatuhkan oleh Jaksa juga sangat lemah dan prematur. "Mengenai uang muka dan sub kontrak itu semua sudah ada di kontrak kerja sama atau perjanjian kerja sama, jadi diselesaikannya harus sesuai dengan perjanjian," tambahnya.

Namun, karena segala keberatan tersebut tidak dipertimbangkan atau ditolak, maka proses peradilan tipikor tersebut akan tetap berjalan. Rosita pun berkomitmen untuk terus mengikuti persidangan.

Untuk diketahui, Bank DKI menggunakan perpanjangan tangan Bank Indonesai dan Jaksa yang melaporkan PT KSP melakukan aksi korupsi Pengadaan Pengembangan Jaringan Distribusi Layanan ATM dengan nilai kerugian sebesar Rp 7 miliar.

Perbuatan tersebut menurut Jaksa dilakukan bersama-sama dengan Direktur Operasional PT Bank DKI. Modusnya dengan cara KSP menerima pembayaran tiga bulan di muka, pembayaran diterima KSP dengan tidak memberikan Berita Acara Kemajuan sesuai Surat keputusan Direksi PT Bank DKI No. 169/2007 dan Nomor 170/2007 dan KSP telah melakukan sub kontrak kepada PT Inti Sentral Operasional (ISO) tanpa sepengetahuan PT Bank DKI.

Akibat perbuatan KSP tersebut, menurut Jaksa Penuntut Umum telah menguntungkan dan memperkaya ISO dan atau diri sendiri. Perbuatan yang mana melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Gdn)

Video Terkini