Sukses

Pengusaha Waspadai Waralaba Dua Negara Ini Jelang MEA 2015

Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia, Levita Supit mengatakan, pihaknya mewaspadai Malaysia dan Singapura karena rajin membeli bisnis warala

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi khawatir akan ketidaksiapan pengusaha waralaba lokal dalam menahan gempuran waralaba asing jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Supit mengatakan, saat masuk pasar tunggal ASEAN tersebut, Indonesia harus bersiap dengan serbuan pengusaha asing yang membeli waralaba di dalam negeri maupun bisnis waralaba asing dari Singapura dan Malaysia.

"Yang paling kami waspadai adalah Malaysia dan Singapura. Mereka rajin membeli bisnis waralaba Indonesia. Selain mereka, Jepang juga banyak masuk ke kita. Karena mereka melihat peluang di Indonesia," ujar Levita dalam konferensi pers di Century Park Hotel, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2014).

Untuk mengatasi kekhawatiran ini, menurut Levita, para pengusaha waralaba harus lebih kreatif dalam mengemas bisnisnya sehingga mampu bersaing dengan waralaba asing yang masuk.

"Seperti sekarang banyak bisnis coffee shop lokal dimana mereka bikin tempat yang lebih banyak, tempatnya nyaman dan jika dilihat harganya lebih murah. Mahal karena dari luar negeri," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Komite Nasional Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Amir Karamoy mengungkapkan, pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan yang pro pada waralaba lokal, terutama untuk diwilayah Indonesia timur. Hal tersebut selama ini masih terjadi ketimpangan perkembangan waralaba antara wilayah barat dan timur.

"Ada ketimpangan, saat ini kan lebih banyak dari Jawa, Sumatera, Bali," kata Amir.

Selain itu, jika dibandingkan dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintaha Malaysia untuk waralaba lokalnya, kebijakan pemerintah Indonesia saat ini masih belum berpihak kepada para pengusaha.

"Waralaba itu kan bermuka dua, selain menciptakan pengusaha, dia juga buka lapangan kerja. Maka pemberian insentif sangat perlu, kemudian juga memberikan pelatihan. Kemendag (Kementerian Perdagangan) sudah melakukan tapi belum intens. Dibanding Malaysia jauh tertinggal disana didukung, pemerintahnya aktif dan terlibat 100 persen," tandasnya.  (Dny/Ahm)