Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pembatasan penjualan BBM bersubsidi seperti pembatasan solar yang mulai diterapkan beberapa waktu lalu dianggap tidak efektif menekan anggaran subsidi yang selama ini menjadi beban dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini mengatakan, pembatasan suplai BBM bersubsidi ini juga akan membuat inflasi meningkat, sama saat pemerintah mengurangi atau menghapuskan subsidi BBM.
"Dengan membatasi suplai, kalau saya yang itu nggak cocok. Pemangkasan suplai pasti meningkatkan inflasi meskipun tidak direncanakan dan didesain untuk kenaikan inflasi," ujarnya dalam CORE Media Discussion, di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (20/8/2014).‬
Meski demikian, menurutnya sangat tidak adil jika pemerintah mendatang dipaksa untuk menghapuskan subsidi BBM sehingga menyebabkan kenaikan inflasi yang akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Kita sepakat subsidi BBM sudah mengambil porsi yang besar dalam APBN, tapi ini adalah kesalahan selama bertahun-tahun. Pemerintah yang akan datang pasti sangat berat," kata dia.
Oleh sebab itu, jika pemerintah ingin mengurangi atau menghapuskan subsidi BBM, maka juga harus dibarengi dengan kebijakan yang adil bagi masyarakat agar tidak terlalu berat menghadapi pengingkatan inflasi.
"Jadi bagaimana membuat desain kebijakan yang adil. Kebijakan yang lalu seringkali tidak adil, seperti raskin harusnya dialokasikan untuk 25 juta kepala keluarga, tetapi yang dapat hanya 15,5 juta. Pokoknya jangan sampai daya beli terganggu. Kapannya, tergantung apa pilihan kebijakan yang ditawarkan. Goal kita mengurangi beban APBN tanpa membebani rakyat," tandas dia. (Dny/Gdn)
Penghapusan Subsidi BBM Dinilai Beratkan Pemerintahan Mendatang
Jika pemerintah ingin mengurangi atau menghapuskan subsidi BBM, maka juga harus dibarengi dengan kebijakan yang adil bagi masyarakat.
Advertisement