Sukses

Di Luar Ekspektasi, Neraca Perdagangan RI Surplus di Juli

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2014 mengalami surplus sebesar US$ 123,7 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2014 mengalami surplus sebesar US$ 123,7 juta.  Di mana, nilai ekspor mencapai US$ 14,18 miliar dan impor US$ 14,05 miliar.

Meski ekspor dan impor di bulan Juli tercatat turun, namun penurunan impor jauh lebih dalam ketimbang ekspor sehingga surplus nilai perdagangan terjadi.

Sebelumnya pada Juni, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$ 305,1 juta. Surplus neraca perdagangan Juli juga di luar ekspektasi pengamat yang memprediksi adanya defisit perdagangan  US$ 300 juta.


"Tahun lalu, neraca perdagangan RI mengalami defisit US$ 2,329 miliar, sedangkan pada Juli tahun ini justru malah surplus itu artinya sudah ada perbaikan," terang Kepala BPS Suryamin, Senin (1/9/2014).

Suryamin menjelaskan, pencapaian ini disebabkan surplus sektor non migas US$ 1,73 miliar, walaupun sektor migas mengalami defisit US$ 1,6 miliar.
Begitu pun neraca volume perdagangan juga mengalami surplus sebesar 32,17 juta ton.

Hal itu didorong oleh surplusnya neraca sektor non migas 33,12 juta ton, walaupun sektor migas defisit 0,95 ton. "Ini artinya perkembangan neraca perdagangan non migas menggembirakan," jelas dia.

Jika dikalkulasikan, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Juli 2014 mengalami defisit US$ 1 miliar. BPS mencatat nilai ekspor Indonesia hingga akhir Juli mencapai US$ 103,1 miliar dan nilai impor US$ 104,01 miliar.

"Tahun lalu akumulasi sampai Juli US$ 5,67 miliar, jadi menurun. Mudah-mudahan ini akan dapat terus diperbaiki pemerintah," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Ryan Kiryanto memperkirakan Indonesia masih akan memikul beban defisit neraca perdagangan pada Juli 2014, meskipun dengan angka lebih rendah dari realisasi bulan keenam lalu.

"Neraca perdagangan Juli ini tampaknya masih akan defisit sekira US$ 300 juta," ungkap dia kepada Liputan6.com.

Lanjut Ryan, proyeksi defisit tersebut memang lebih sempit dibanding capaian Juni lalu yang mencapai angka US$ 305,1 juta. Penyebabnya, sambung dia, karena nilai dan volume impor bahan baku masih tergolong tinggi untuk menghadapi Lebaran.

"Efek impor bahan mentah dan bahan penolong yang masih relatif tinggi di Juli lalu karena ada Lebaran Idul Fitri. Impor terbesar datang produk hortikultura (bahan pangan)," kata dia.

Sementara impor minyak, Ryan bilang, menambah beban defisit neraca perdagangan akibat ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan. "Impor minyak menambah defisit neraca perdagangan karena permintaan minyak lebih besar dari pasokannya," tukasnya. (Yas/Ndw)