Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan sertifikasi kayu melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) menghadapi tantangan.
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi bertutur, beberapa kalangan pengusaha perkayuan meminta agar sertifikasi melalui SVLK bukan sebuah kewajiban melainkan hanya sukarela. Tentu saja, Kemendag menolaknya.
"Ada sebuah perkembangan yang merisaukan karena permintaan kayu dan produk kayu tidak seluruhnya dimasukan ke mandatori," ujarnya di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (6/9/2014).
Bayu menjelaskan, setidaknya ada sekitar 11 perusahaan yang ingin agar aturan SVLK ini diubah. "Jadi beberapa perusahaan mengajukan untuk tidak mandatori, tapi voluntary," lanjutnya.
Menanggapinya, Kemendag jelas-jelas tidak setuju. Penolakan usulan pengusaha oleh Kemendag tersebut karena keluar dari prinsip awal pembentukan SVLK dimana perdagangan kayu yang legal merupakan keinginan dari Kemendag dan bukan atas permintaan dari pembeli.
"Itu bukan karena keinginan buyer. Sustainability-nya juga kebutuhan kita, bukan karena keinginan pasar. Kalau tidak diwajibkan, dia tidak pakai SVLK. Kita tidak setuju dengan hal itu, supaya SVLK tetap mandatori," katanya.
Selain itu, permintaan perubahan atas SVLK ini juga dinilai akan menghambat proses penyusunan sertifikasi untuk kayu dan produk kayu impor yang tengah dilakukan oleh Kemendag.
"Perkembangan ini membuat SVLK impor makin berat. Dengan ada perkembangan baru ini membuat makin sulit," tandasnya. (Dny/Gdn)
*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!
Kemendag Tolak Permintaan Pengusaha Soal Sertifikasi Kayu
Setidaknya ada sekitar 11 perusahaan yang ingin agar aturan sertifikasi kayu diubah.
Advertisement