Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersama Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penyelundupan minyak dan gas bumi (migas) senilai Rp 1,3 triliun.
Pengamat Energi, Kurtubi menanggapinya, dengan terungkapnya kembali penyeludupan tersebut membuat pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo -Jusuf Kalla semakin bertumpuk. Presiden dan wakil presiden terpilih tersebut harus membuat sistem distribusi migas yang transparan.
"Untuk menghindari berbagai macam peluang korupsi perlu diciptakan sistem distribusi yang dapat di kontrol secara online, ontime, dan secara fisik. Karena memang selama ini belum ada," katanya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Sistem tersebut harus dapat memonitor distribusi bahan bakar minyak (BBM) mulai dari tempat pertama importasi hingga tempat terahir penyaluran BBM di beberapa daerah di Indonesia.
Kurtubi yang juga bakal menjadi anggota DPR RI terpilih periode 2014-2019 tersebut akan mengusulkan kepada pemerintahan untuk lebih memberikan wewenang penuh kepada PT Pertamina (Persero) sebagai regulator minyak dan gas di Indonesia.
"Itu harus dibongkar total (penyelundupan BBM), ke depan Pertamina harus dibikin transparan dan akuntabel, kalau masih korupsi juga hukum berat, sebab akan dikasih kewenangan soalnya," paparnya.
Diharapkan olehnya, dengan pemerintahan baru nantinya Indonesia akan lebih berdaulat dalam hal energi dan secara perlahan dapat mengurangi impor BBM yang selama ini membebani neraca perdagangan negara.
"Jadi kita harapkan pemerintahan Jokowi bikin sejarah besar mengubah tata kelola migas menuju kedaulatan kekayaan alam, tidak tergantung dengan mafia, kita produksi sendiri, kita jual sendiri, kenapa tidak," pungkas Kurtubi.
Seperti diketahui, PPATK bersama Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penyelundupan migas senilai Rp 1,3 triliun. Tersangkanya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kota Batam dan pengusaha kapal Ahmad Mahbub alias Abop.
Sebelumnya, Bareskim Polri tengah memburu pengusaha kapal Ahmad Mahbub terkait rekening gendut milik PNS Pemkot Batam Niwen Khairiah, senilai Rp 1,3 triliun.
Diduga uang itu hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan Niwen, dari hasil bisnis Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal.
Dia menjelaskan, dalam perkembangan penyidikan untuk TPPU dengan predicat crime tindak pidana suap, gratifikasi, dan korupsi atas perkara BBM ilegal di Batam itu pihaknya telah menahan 4 tersangka.
Selain NK PNS Kota Batam, polri juga menahan Yusri (55), karyawan Pertamina Region I Tanjung Uban, tersangka Du Nun alias Aguan atau Anun (40) PHL TNI AL, kontraktor yang bertempat tinggal di Bengkalis, Aripin Ahmad (33) PHL TNI AL yang bertempat tinggal di Dumai dan Niwen Khairiah (38) PNS Pemkot Batam. (Yas/Gdn)
*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!
Cegah Penyelundupan, Jokowi Harus Buat Sistem Distribusi Online
Dengan terungkapnya kembali penyeludupan BBM membuat pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo -Jusuf Kalla semakin bertumpuk.
Advertisement