Liputan6.com, Jakarta- Kabinet yang tengah disusun Presiden terpilih Joko Widodo mengindikasikan bakal menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di awal masa kepemimpinannya. Langkah itu diambil untuk mengamankan anggaran.
Namun menaikkan harga BBM dianggap bukan menjadi opsi satu-satunya yang bisa diambil Jokowi. Kenaikan harga ini justru akan merugikan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Ichsanudin Noorsy menyebutkan, setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan pemerintahan Jokowi, selain menaikkan harga BBM untuk tetap menjaga fiskal negara.
"Pertama, Pak Jokowi harus mengatur kembali alokasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang mencapai Rp 600 triliun itu," tegasnya kepada wartawan, Sabtu (20/9/2014).
Pemangkasan anggaran di beberapa kementerian dapat dilakukan kembali dengan tujuan mengalihkan ke sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.
Beberapa hal yang perlu ditinjau ulang dalam pemotongan anggaran ini adalah terkait anggaran perjalanan dinas, seminar-seminar, rapat-rapat dan mengurangi belanja-belanja mewah di K/L. Hal itu dilakukan mengingat masih ada pendanaan-pendanaan fiktif di beberapa sektor tersebut.
Sementara yang menjadi pilihan kedua yang dapat dilakukan pemerintahan Jokowi-JK adalah memaksimalkan penerimaan pajak. "Naikkan dulu tax ratio atau naikkan pendapatan, potensi itu ada di perusahaan besar domestik dan asing yang selama ini memainkan perpajakan," tutupnya.
Dikabarkan sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK santer akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter. Kenaikan tersebut direncanakan akan dilakukan di bulan November 2014, mengingat di bulan itu inflasi akan lebih rendah. (Yas/Ndw)
2 Opsi Buat Jokowi Jika Tak Naikkan Harga BBM
Kenaikan harga BBM ini justru akan merugikan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Advertisement